Original Story

Part 0 — Dangerous Bet

Maret 16, 2025


 Dangerous Bet 

Ingar bingar memenuhi lokasi perkumpulan pemilik mobil modifikasi di Kota San Francisco. Lokasinya berada tidak jauh dari tengah kota. Sebuah night bar menjadi titik temu para pengunjung yang ingin menghabiskan malam memamerkan pesona mobil mereka. Beberapa membiarkan kap mobil terbuka untuk menunjukkan mesin mobil yang sudah dimodifikasi sembari mengecek mesin untuk berjaga-jaga siapa tahu ada balapan liar malam itu. Beberapa duduk bersandar di bodi mobil sambil menggoda siapapun yang melewati mobil mereka. Tidak hanya pemilik mobil dan penikmat mobil mewah, para pengunjung yang senang menghabiskan malam dengan musik menggelegar juga tumpah ruah di area tersebut.

Pengeras suara besar memutar musik klub yang menarik perhatian pengunjung. Para pengunjung meminum champagne sambil menonton mobil mewah yang berjejer di lahan parkir night bar. Beberapa pemilik mobil melakukan drift di area yang sengaja dikosongkan pada depan night bar. Kali ini sebuah Subaru BRZ biru penuh stiker memasuki area drift dengan kecepatan tinggi membuat suasana riuh. Asap kendaraan mengepul dan suara mesin yang garang membuat orang-orang menoleh pada mobil yang baru saja datang itu.

Berikutnya, Nissan Skyline GTR R34 berwarna midnight purple menyusul Subaru. Beberapa pengunjung bersorak saat mobil itu berputar dengan mulus di area drift sebelum akhirnya parkir di samping Subaru. Pengemudi Nissan Skyline itu menyeringai lebar ketika melihat perhatian para pengunjung terpusat pada mobilnya yang baru selesai dimodifikasi.

“Kau gila?!” seorang pemuda berkulit coklat yang duduk di samping pengemudi R34 itu tertawa. Dia tak menyangka laki-laki di sampingnya mampu melakukan drift semulus itu.

“Kau yang gila Jay, karena tidak pernah mengajakku ke tempat ini sebelumnya,” ucap pengemudi berambut silver itu sambil mematikan mesin mobilnya.

Dude, you are still underage,” balas Jay atau yang biasa dipanggil Jaden di situasi formal. Usianya 22 tahun. Dia seorang car enthusiast yang juga memiliki mobil sport. Namun, malam ini adalah agendanya menemani bocah di sampingnya ke night bar tersebut sehingga ia membiarkan BMW M3 hijau miliknya terparkir di garasi.

Well, I'll be 18 this year,” kata Aiden seraya menyugar rambut curlynya yang berwarna silver. Warna rambut barunya hampir senada dengan warna kulitnya. Ia berusaha keras terlihat lebih dewasa malam ini demi bisa datang ke night bar. Ia memakai kemeja polo berwarna biru muda yang kancingnya dibuka sedikit dan celana jeans biru. Jam tangan Breitling Endurance Pro melingkar di pergelangan tangan kanannya. Lagipula di tengah ingar bingar seperti ini, siapa yang akan mengecek ID Cardnya?

“Akan kutraktir apple juice malam ini.” Jay meledek yang disambut tinjuan dari Aiden di bahunya.

Ketika mereka turun, mereka langsung menghampiri Roscoe dan Dexter dari mobil sebelah. Roscoe tersenyum pada mereka. “See, mobilmu yang paling menarik perhatian,” ucapnya sambil tertawa tertawa renyah. Tubuh besarnya tampak mencolok di depan jejeran mobil sport mewah.

“Dari mana kau belajar drift hah?” Dexter merangkul dan menepuk lengan Aiden. Cowok berambut panjang sebahu itu memiliki kulit seputih susu. Tidak ada yang pernah menyangka pria Korea yang berjalan dengan elegan itu pernah menjadi buronan polisi dan terlibat dalam geng. Roscoe yang menyelamatkannya sehingga sekarang dia bekerja sebagai hacker di dunia gelap. Yeah, tidak semudah itu melepaskan diri dari dunia gelap kalau godaan uangnya sangat menggiurkan. Dia hanya punya satu mobil—Mazda RX7 merah—yang belum pernah dimodifikasi.

Aiden terlihat canggung dengan skinship dadakan dari Dexter. “Bakat alami mungkin?”

Dexter mendengus tertawa. “I like this kid.”

Sementara itu, Roscoe dan Jay yang keranjingan mengotak-atik mesin mobil tenggelam dalam dunianya. Mereka memperhatikan mesin-mesin mobil yang kapnya terbuka. Kebanyakan pemilik mobil di perkumpulan itu sudah menambahkan NOS dan sistem turbo pada mobil mereka. Jay bersiul saat melihat mesin silinder V8 paling baru terpasang di salah satu Lamborghini Huracan.

“Kira-kira seberapa berisik suaranya?” ucap Jay sambil menyikut Roscoe.

Meskipun pemilik mobil itu tidak mendengar komentar Jay tiba-tiba ia menggeber mesin mobilnya. Suaranya yang menggelegar terdengar seperti benteng mengamuk. 

Roscoe terkekeh, “Yeah, sayang sekali mobil seperti itu biasanya hanya berakhir di garasi kolektor dan tidak pernah dibiarkan membuas di jalan raya.” Mereka berempat terus berjalan dan melihat sekeliling dengan tak acuh. Tapi sebenarnya mereka sedang mencari inspirasi untuk melakukan modifikasi di mobil mereka selanjutnya. Tanpa sadar mereka sampai ke sumber musik klub yang berdentum dimana para pengunjung sengaja datang untuk menghabiskan malam untuk bergerak mengikuti musik yang keras.

“Kalian tidak mau cari cewek huh?” tanya Dexter seraya mengerling pada Roscoe dan Jay. Malam itu, kedua ahli montir mobil tersebut tampak rapi. Padahal di hari-hari biasa, mereka biasa mengenakan t-shirt dan celana kargo yang bernoda oli. Sementara itu, Aiden lebih banyak terkagum dengan mobil sport yang ada di sekelilingnya. Ia bergumam wah berulang kali dengan mata berbinar.

Dexter yang baru saja memesan champagne berulang kali berkedip pada wanita yang beradu pandang dengannya. Siapapun akan terpesona padanya. Malam itu, ia mengenakan sleeveless shirt yang dipadu dengan kemeja yang tersampir asal di pundaknya, celana jeans berwarna hitam, dan sneakers casual merk Colehaan. Rambut hitamnya yang sebahu diikat setengah. Kalung Maison Margiela dengan rantai perak yang tipis menghiasi lehernya yang jenjang.

“Aku sedang tidak mau berurusan dengan cewek,” kata Jay sambil mengangkat bahu. Pikirannya sedang berkelana pada harga mesin mobil dan biaya modifikasi mobil sport di sekitarnya.

Menit berikutnya Dexter sudah mendekati seorang wanita pirang dengan crop top dan mini skirt yang duduk di atas kap mobil Mini Cooper pink yang penuh stiker. Ia memegang segelas cocktail dan sudah sedari tadi memperhatikan Dexter. Sedangkan, Roscoe sudah mengobrol dengan sesama pemilik mobil modifikasi lainnya. Meninggalkan dua yang lebih muda berdiri di depan pintu bar sambil bersedekap menonton kerumunan orang. Jay pun memesan dua gelas minuman tanpa alkohol dan memberikan salah satunya pada Aiden. Sesuai janjinya, ia benar-benar memesan apple juice di gelas champagne. Aiden tak begitu memperhatikan minumannya karena matanya terfokus pada salah satu mobil american muscle yang paling mencolok di antara deretan sport car.

“Jay, ada info balapan malam ini?” tanya Aiden pada Jay yang berdiri di sebelahnya. Temannya yang satu itu biasanya paling update mengenai info balapan liar.

Nope, kecuali kalau kau mau menantang seseorang.” Perhatian Jay teralihkan. Malam itu, tidak ada informasi mengenai drag race. “Memang siapa yang mau kau tantang?”

“Mustang abu-abu itu,” kata Aiden sambil mengangkat dagunya.

Jay mengikuti arah pandangan Aiden dan langsung terbahak. “HAHAHAHA. DUDE. No fucking way!”

“Kenapa?” Aiden mengerjapkan matanya. “Kau bilang, boleh mengajak siapapun balapan di tempat ini.”

“Tapi bukan yang itu,” balas Jay sambil menggelengkan kepalanya. “Kau hanya akan bunuh diri melawan mobil itu.”

What? Kau meragukan godzilla? GTR R34  disebut sebagai godzilla dengan alasan, dude.” Aiden tersenyum penuh percaya diri dan sudah bertekad. “Baiklah, aku akan menghampiri pemiliknya.”

Jay langsung menarik lengan kemeja Aiden. “Hey hey, jangan gegabah. Kau harus dengar dulu siapa pengemudinya.”

“Memang kau tahu siapa?” Aiden menoleh pada Jay yang sepuluh senti lebih pendek darinya.

Jay menyeringai karena dia adalah pengepul informasi handal. Segala informasi tentang mobil, mesin, biaya modifikasi, dan tentunya sebagian besar sekelebat informasi dari para pemilik sport car di perkumpulan itu. “Yeah, tentu. Dia tidak pernah tertarik dengan taruhan uang. Aku pernah melihatnya mengemudi dan dia cukup nekat kalau sudah menyetir mobilnya. Bisa dibilang, cara menyetirnya mengerikan. Di jalan yang penuh dengan mobil pun, ia bisa menyalip dengan mudah. Dan satu hal lagi, kau tidak pernah tahu apa yang sudah dimasukan dalam mobilnya.”

“Menarik. Aku akan mendatanginya sekarang.”

Bruh, kau rela kehilangan godzilla-mu malam ini?”

“Ha, mobil seberat itu mana mungkin bisa melaju secepat R34.” Mobil Mustang memang terkenal dengan bobotnya yang berton-ton.

Jay masih menggelengkan kepalanya sambil tertawa miris. “Aiden, he is Leonard. He is a fucking devil. Kau akan menyesal berurusan dengannya.”

“Biarkan saja,” kata Roscoe yang sudah kembali menghampiri mereka. Ia memantik api ke batang rokoknya. Rambut pendeknya tertiup angin. “Aku sudah pernah berurusan dengan anak itu. Siapa sangka di umurnya yang baru 17 tahun, skillnya sudah semengerikan itu.”

“Kapan kau berurusan dengannya?”

“Balapan beberapa bulan yang lalu. Dia memintaku untuk memodifikasi Aventador miliknya karena dia yang memenangkan balapan.” Sorot mata Roscoe tampak menerawang. Ia menghisap rokoknya sambil terkenang pertemuannya dengan anak yang sangat bossy itu. Leonard bisa membuat siapapun bertekuk lutut di depannya. Bukan hanya uang ataupun background keluarganya yang berkuasa yang menjadikannya seperti itu, melainkan ada sesuatu yang membuat Leonard menjadi setan di jalan raya.

Tuh kan. Dia seumuran denganku. Buat apa aku takut?” Aiden nyengir lebar lantas ia berjalan mendekati Mustang berwarna abu-abu itu. Mobil sedan itu tampak megah. Stiker garis berwarna putih membujur di mobil itu dari kap mesin sampai bagasi belakang. Ford Mustang Shelby GT500 itu bisa jadi akan menjadi miliknya jika benar taruhannya adalah pink slip (surat kepemilikan kendaraan).

Sebelum Aiden mendekat, Leonard mengerling ke arahnya. Cowok itu tidak tampak seperti anak berumur 17 tahun. He seemed around 21 if Roscoe didn't tell him. Kemeja Brioni berwarna hitam melekat di tubuhnya dengan pas. Ia selalu menyadari jika sedang menjadi pusat perhatian. Pertama, orang-orang akan melirik pada Mustang miliknya. Kedua, mereka akan membicarakan cara dia membalap. Ketiga, terperangkap.

Cowok dengan rambut brunette itu sebenarnya sudah melihat Nissan GTR R34 sejak mobil itu bermanuver drift. Ia bisa menilai mobil itu sudah dimodifikasi berkali-kali dan cukup menggoda. Mobil itu mungkin bisa dibelinya dengan mudah tapi memperoleh mobil dengan balapan jauh lebih menantang.

Wanna race?” Aiden menyeringai pada Leonard. Ia sudah pernah balapan sebelumnya tapi belum pernah mobil American muscle. Malam itu akan menjadi malam pertamanya berpacu dengan Mustang.

Leonard berlagak tidak acuh. Ia memandang Aiden dengan sorot tak tertarik. “What’s the bet?

If you win, you’ll get my R34. If you lose, I’ll get your GT500.” Aiden menunjukkan sertifikat mobilnya yang terlipat asal di saku jeansnya.

Sudut bibir Leonard terangkat naik. “Sure.” Meskipun ia tersenyum, sorot matanya tetap angkuh dan penuh intimidasi. Manik mata coklatnya menatap tajam pada Nissan GTR R34 yang terparkir di pinggiran.

You decide the route.

“How about a 10 mil race around the main road and get back here as fast as you can.” Dia sedang tidak bernegosiasi, dia yang memutuskan. Leonard mengambil iPadnya dari dalam mobil dan menunjukkan peta rute yang akan mereka ambil. Mereka menghindari rute jalan yang berkelak-kelok ciri khas San Francisco. Namun mereka tetap tak bisa menghindari jalan one way yang menukik naik. 

“Maksudmu di keramaian kota saat ini?”

“Yeah. Sekarang juga sudah jam 1 malam. Takut?” Kilatan berbahaya muncul di kedua netranya.

Aiden tersenyum miring. “Deal?”

Dari kejauhan, Jay menepuk dahinya ketika melihat Leonard dan Aiden berjabat tangan membuat kesepakatan. “Jesus, he is losing his mind!” keluhnya sambil mengusap wajahnya tidak percaya semudah itu Aiden mengajak Leonard balapan. Biasanya cowok itu tidak sembarang menerima tantangan balapan. Ia melihat Leonard bergerak masuk ke dalam Mustang-nya, sedangkan Aiden bergegas ke Nissan GTR R34 miliknya. “Terserah dialah! As long as it’s not my car who’s going to lose.”

Finally, ada keseruan malam ini,” kata Roscoe tampak bergairah. “Jay, jadilah master of ceremony malam ini.”

Jay menghela napas. “Alright.” Lantas ia mulai berjalan ke tengah area drift yang akan menjadi garis start dan finish balapan. Tak lama kemudian kedua mobil itu berjalan bersisian ke tengah area drift.

Sontak, perhatian orang-orang teralihkan pada kedua mobil sport yang akan saling berpacu di jalan raya. Leonard dan Aiden saling menggeber mesin mobil masing-masing. Suara garang dari mesin mobil terdengar menggelegar. Para pengunjung night bar langsung mengerubungi kedua mobil tersebut. Beberapa menyalakan kamera ponsel untuk memotret keindahan kedua mobil itu. Selebihnya mulai bertaruh siapa yang akan menang.

Everybody, please welcome the drag race tonight!” seru Jay di antara kedua mobil yang siap berpacu menembus kota. “We got the American muscle Mustang Shelby GT500 and the Godzilla Nissan GTR R34!”

Seluruh pengunjung bersorak riuh. Mereka yang mengenal reputasi pemilik Mustang abu-abu tersebut langsung mempertaruhkan beberapa lembar 100 dollar. Leonard the Devil vs the New-comer Boy. Mereka yang percaya pada kemampuan Nissan R34 memasang taruhan pada mobil midnight purple tersebut.

“Hmmm, american muscle dan godzilla. Pilihan yang sulit,” ucap Dexter sambil memegang dagunya. “Your bet?”

I am pretty sure Aiden will be the first,” kata Roscoe pada Dexter yang berdiri di sampingnya bersama seorang wanita menawan. Ia menyelipkan segulung uang yang bernilai 1.000 dollar pada Dexter.

“Hahaha, kau seperti tidak tahu Leonard saja,” kata Dexter yang pernah sekali bertemu langsung dengan Leonard ketika remaja berusia 17 tahun itu datang ke bengkel milik mereka dengan arogan—seenaknya menyuruh Roscoe yang berusia 30 tahun memodifikasi aventador miliknya yang hanya berakhir di garasi mansion. Diam-diam Dexter mencari tahu dari mana Leonars bersikap seperti itu. Ia pernah bertemu Ryan—abangnya Leonard—yang jauh lebih mengerikan. Sebagai hacker profesional yang kelewat penasaran, ia membongkar habis  latar belakang keluarga Leonard. Ryan yang mengetahui hal itu menyumpal mulutnya dengan uang. Maka, ia bertaruh sebaliknya dari Roscoe.

Kedua remaja di bawah umur itu saling menoleh sekilas sambil menggeber mesin mobil mereka. Aiden menyeringai lebar, sementara Leonard memasang wajah tanpa ekspresi. Hanya kilat di matanya yang menandakan kalau ia bergairah.

Tanpa mengulur waktu lagi, Jay mengangkat tangan untuk memberi aba-aba. “Race... start!” Angin mengempaskan rambut dread lockednya ketika kedua mobil sport itu melejit meninggalkan garis start.

Kedua mobil itu saling berpacu. Para pengunjung berbondong-bondong ke pinggir jalan untuk menonton kedua mobil itu bertanding. Nissan GTR R34 menjadi yang pertama melesat dari garis start. Mustang tertinggal beberapa senti di belakangnya karena memang bodi mobilnya yang jauh lebih berat dari R34 membuatnya lebih lambat beberapa detik.

Mereka berbelok tajam keluar dari area drift menuju jalan raya. Aiden terus menambah kecepatan menyusuri jalan raya. Mobil dengan kekuatan hanya 332 horsepower itu mendahului Mustang. Aiden terbahak ketika melihat melalui rearview bahwa Leonard mulai tertinggal jauh di belakangnya. Ia melirik layar terpasang di dashboard yang menunjukkan rute yang harus ditempuhnya.

9 mil lagi.

Namun, sang pengemudi Mustang tahu bagaimana memanipulasi. Ia tidak gentar melihat R34 itu menjauh sebab detik berikutnya ia sudah melaju dengan lihai di antara truk dan mobil yang melintas di jalan raya—tanpa menurunkan kecepatan. Ia justru menambah kecepatan hingga berhasil menyalip R34.

7 mil lagi.

R34 kembali mendahului di jalan one way yang lurus. Aiden memanfaatkan kesempatan ini untuk menambah kecepatan. R34 memiliki 6-speed. Saat itu, ia sudah di speed ketiga. Suara mesin Nissan GTR R34 yang khas memecah keheningan malam. Di belakang, Mustang sedang kesulitan menyalip beberapa mobil SUV. 

5 mil lagi.

Mereka berbelok ke sebuah jalan two way lagi. R34 terus menyalip sambil menghindari mobil dari arah depan. Mustang abu-abu itu semakin mendekat.

3 mil lagi.

Dua belokan lagi maka mereka sampai di garis finish. Adrenalin mengalir semakin deras. Aiden melirik rearview dan tidak melihat Mustang, melainkan hanya melihat truk scania yang diperbolehkan melintas di jalan kota pada tengah malam. Ia semakin percaya diri kalau dirinya akan mendapatkan Mustang itu.

2 mil lagi.

Mustang itu muncul dari rute jalan yang lebih tinggi. Mobil itu meluncur begitu saja dari ketinggian dua meter tanpa mengurangi kecepatan. “Shit.” Aiden mengumpat melihat mobil itu bersisian dengannya dan hampir menempel. Dalam aturan balap liar, menempuh rute lain diperbolehkan selama masih sejalan dengan rute awal.

Leonard menekan pedal gas penuh, menaikan kecepatan hingga sejajar dengan Nissan GTR R34, kemudian menarik tuas NOS.

Aiden mendesis kesal dan melakukan hal yang sama. Mobilnya juga dilengkapi monster serupa. Tapi, sebuah mobil datang dari arah berlawanan menuju mobil mereka yang hampir berdempetan. Suara klakson panjang membuat mereka membanting setir ke arah berlawanan untuk menghindari tabrakan. Belum sempat Aiden meluruskan mobilnya lagi di jalan raya, Mustang itu menyerempet mobilnya. 

WHATTTT???” Aiden mencengkram stir, berusaha mendorong Mustang itu menjauh. Namun, mobil American muscle itu terus menempel tanpa ampun. Lalu ia tersadar sesuatu, kaca mobil Mustang itu sudah retak. Mungkin akibat bermanuver lompat dari ketinggian tiga meter. Ia kagum melihat ketangguhan mobil itu.

500 meter lagi.

Leonard mengendarai Mustang-nya dengan semakin ganas. Mobilnya terus menyerempet sehingga Nissan GTR R34 itu limbung ke kanan hingga mengenai pembatas jalan sebelum memasuki garis finish. Mobil milik Leonard juga kehilangan keseimbangan dan menabrak tiang penerangan yang ada di pintu masuk night bar. Kaca spion kirinya terpental lepas. Mobilnya bermanuver drift. Asap mengepul dari knalpotnya. Leonard menggeber mesin mobilnya sekali lagi untuk menunjukkan bahwa dia pemenangnya. Ia berhasil masuk ke garis finish meskipun kepalanya berdarah akibat terbentur kaca yang pecah berkeping-keping. 

Jay menutup mata melihat kerusakan Mustang yang cukup parah itu. Jendela samping pengemudi pecah. Kaca depan retak. Spion kiri lepas. Bodi mobil penuh baret. Jay meringis pedih melihat kerusakan separah itu. Tanpa perlu mengumumkan pemenangnya, seluruh pengunjung night bar tahu siapa juaranya malam itu. 

Damn, you’re right.” Roscoe berkata pada Dexter.

Dexter hanya terkekeh. 

Di lain sisi, Aiden memukul setir mobilnya. “Sialan,” umpatnya kesal sambil melihat mobil Mustang yang sedang dikerumuni para pengagum barunya yang semakin bertambah di setiap balapan. Aiden menabrak pembatas jalan hingga pembatas jalan itu patah, namun tidak sampai meretakkan kaca mobil. Seharusnya dia yang menang, tapi Leonard ternyata sangat kasar. Cowok itu sama sekali tidak peduli mobil mahalnya menabrak lampu penerangan jalan sampai membuat tiang lampu itu sekarang miring. Beberapa kabelnya perlahan mulai putus. Terlihat percikan listrik di kabel yang mulai putus.

Kerumunan orang itu tiba-tiba berpencar ketika terdengar sirine mobil polisi datang. Para pengunjung night bar langsung buyar melarikan diri dan membawa pergi mobil sport milik mereka. Siapapun tidak mau terlibat kalau polisi sudah datang. Ditambah ada dua mobil di perkumpulan itu yang baru saja merusak fasilitas umum.

Lagipula tidak ada jalan kabur bagi Aiden. Dua mobil polisi mengerubunginya dengan lampu sorot terarah padanya. Sementara itu, dua mobil polisi yang lain melaju mengepung Mustang milik Leonard di garis finish. Leonard menutup mata ketika sorot lampu mobil polisi terarah pada wajahnya. “Don’t move!” teriak salah satu officer. 

Leonard mengangkat tangan di dalam mobilnya. Ia menyeringai. Persetan dengan polisi. Nissan GTR R34 itu akan menjadi miliknya.

To be continued?

 

 

Movie Review

Review Film Bonnie and Clyde (1967)

Maret 09, 2025


 

Review Bonnie and Clyde (1967)


Notes: I watched the movie and wrote this review in 2023 but I post it in 2025 lol. I think, this review is better to be put here rather than rotten in my folder. To make it more "vintage", I wrote this in courier font style.



Aku baru aja selesai nonton Bonnie and Clyde — film yang pertama kali tayang di tahun 1967. Film ini bercerita tentang pasangan sejoli yang suka merampok bank dan mencuri mobil. Pasangan sejoli itu adalah Bonnie Parker dan Clyde Burrow. Bonnie tadinya bekerja sebagai waitress di café. Sedangkan Clyde adalah mantan narapidana yang berhasil keluar dari penjara.

 

Mereka bertemu tanpa sengaja saat Clyde mau mencuri mobil orangtuanya Bonnie. Bonnie yang memergoki Clyde malah tertarik sama cowok ga jelas itu. Bonnie pun ikut pergi dengan Clyde dan mengikuti Clyde merampok bank. Selama merampok, mereka selalu tidak segan-segan menyebut nama mereka keras-keras. Tapi kemudian mereka melarikan diri dengan mobil manapun yang mereka temukan di parkiran.

 

Aku heran. Kayaknya zaman dulu mobil engga ada kuncinya ya? Jadi kalo naik ya udah naik aja ga perlu pakek kunci.

 

Bonnie ternyata jatuh cinta sama Clyde dan ga peduli lagi sama kehidupannya sebelumnya. Mereka pun berulang kali merampok untuk mendapatkan uang dan terus melarikan diri sampai akhirnya Clyde jadi buronan polisi karena ada seorang penjaga warung yang mengingat wajahnya saat Clyde merampok warung tersebut.

 

Saat mereka melarikan diri, mereka bertemu kroni kecil mereka bernama C. W. Moss. Pasangan sejoli ini bertemu C. W. karena mobil mereka rusak dan butuh montir. C. W. Moss ini emang kayaknya paham tentang mobil padahal enggak. Dia juga mantan narapidana di bawah umur. Bonnie dan Clyde mengajaknya ikut perampokan dan dia nurut aja. Dan perampokan-perampokan berikutnya selalu dilakukan bertiga. Semenjak saat itu, nama mereka selalu diberitakan sebagai “Bonnie dan Clyde dengan mitra kecilnya”.

 

Pelarian demi pelarian dilakukan. Tiba-tiba Clyde mengajak Bonnie bertemu abangnya yang bernama Buck Barrow. Buck ini juga mantan narapidana (kayaknya banyak banget yah mantan napi di cerita ini) dan dia sudah menikah dengan Blanche.

 

Awalnya mereka berlima ingin settle down di suatu tempat dengan tenang. Tapi tiap kali mereka menetap di satu penginapan selama beberapa malam, mereka selalu diserbu polisi dan terjadi tembak-tembakan.

 

Setiap kali diserbu polisi, mereka selalu berhasil kabur. Nama mereka pun jadi makin besar. Sekarang mereka dikenal sebagai Barrow Gang di berita. Mereka tetap melakukan perampokan bahkan ke bank yang sudah bangkrut.

 

Setelah merampok, biasanya mereka langsung dikejar polisi. Kejar-kejaran mobil jaman dulu seru juga ternyata. Ga kalah seru sama Fast and Furious dan sangat menghibur.

 

Blanche ini tadinya nyebelin banget. Suaranya selalu melengking tinggi. Awalnya dia juga denial kalau dirinya terseret jadi buronan. Dia juga selalu cekcok dengan Bonnie. Pernah suatu malam di penginapan, Blanche berteriak terlalu keras karena diserbu polisi. Polisi yang dengar teriakannya ya langsung nyari sumber suaranya lah.

 

Selama diserbu dan dikejar, Blanche ini jerit terus tanpa henti. Semuanya udah sebel tapi tetap harus tembak-tembakan dengan polisi dan harus cari jalan keluar dari penginapan itu.

 

Itu sebabnya Bonnie sangat sebal sama Blanche. Tapi akhirnya mereka bisa jadi bestie juga karena karakter Blanche yang tadinya penuh moral sekarang udah engga lagi karena lingkungannya.

 

Mereka berlima selalu berhasil kabur dari kejaran polisi. Tapi tentunya itu engga bertahan lama. Suatu malam saat mereka berhenti, tiba-tiba polisi melakukan baku tembak. Buck tertembak dan dia terluka parah. Dia kehilangan banyak darah. Blanche juga hampir kehilangan penglihatannya. Bonnie dan Clyde juga kena tembak. Nah di sini aku mulai merasa ceritanya tiba-tiba berubah menjadi sangat dark. Padahal scene-scene sebelumnya selalu penuh komedi dan bikin ketawa.

 

Hanya tersisa C. W. Moss yang tidak terkena tembakan sama sekali. Ia pun membawa Bonnie dan Clyde mencari pertolongan. Oh iya setelah baku tembak yang mengenaskan itu, Buck meninggal sementara Blanche ditangkap polisi dan diinterogasi.

 

Bonnie dan Clyde dibawa ke rumah keluarganya Moss. At first, bapaknya C. W. Moss menerima keberadaan partner in crime itu dengan tangan terbuka. Motifnya karena dia berterima kasih ada yang mau berteman dengan putranya yang aneh.

 

Selama tinggal di rumah itu, Bonnie dan Clyde memulihkan diri dari luka tembakan. Jujur aja, aku udah khawatir mereka bakal meninggal setelah kena luka tembak berhari-hari. Tapi ternyata mereka survive dan sembuh dari luka tembakan itu. Mereka menikmati hari-hari tenang mereka dengan membaca berita tentang perbuatan kriminal mereka dan piknik di tengah padang rumput.

 

Di lain sisi, pasangan sejoli itu enggak tau kalau bapaknya C. W. Moss yang bernama Malcolm Moss mulai muak sama Bonnie dan Clyde. Ia menyuruh anaknya supaya berhenti mengikuti pasangan gila itu. Tapi C. W. Moss agak enggan berhenti mengikuti Bonnie dan Clyde. Setelah dipaksa ayahnya berkali-kali, ia pun menurut.

 

Saat Bonnie dan Clyde ke kota untuk jalan-jalan, tiba-tiba polisi muncul. Clyde pun menyuruh Bonnie masuk ke mobil untuk kabur meskipun saat itu C. W. Moss belum kelihatan.

 

Mereka pun melarikan diri dari kota dan berniat menjemput C. W. Moss sesudahnya. Begitu sampai di rumah keluarga Moss, Bonnie dan Clyde melihat Malcolm mengangkat tangan untuk memberi isyarat minta pertolongan. Clyde pun turun dan berniat membantu Malcolm pompa ban.

 

Tapi… ternyata itu jebakan. Beberapa menit kemudian, polisi mengepung dan baku tembak terjadi. Malcolm berhasil tiarap lebih dulu untuk menyelamatkan diri. Sementara, Bonnie dan Clyde ditembak berkali-kali oleh para polisi itu.

 

Mereka pun terluka parah karena luka tembak dan tidak bertahan.

 

End.

 

Begitulah ending-nya. Sangat tidak terduga padahal dikirain mereka bakal survive dan bisa settle down jauh dari kehidupan kriminal lagi. Yah tapi realitanya, hal itu mustahil juga. Mereka itu penjahat. Nama mereka selalu masuk halaman utama berita dan polisi memburu mereka.

 

Menurutku, ceritanya lumayan seru. Pas awal nonton aku merasa kayak apaan sih film jadul. Syutingnya masih belum modern. Settingnya juga jadul banget. Dan beberapa kali film yang aku tonton ini agak macet. Tapi ternyata aku malah terhanyut ke dalam ceritanya dan penasaran sama cerita Bonnie dan Clyde ini.

 

Aku kasih score 4/5 buat film ini karena ternyata bikin aku ngakak pas bagian kejar-kejarannya. Terus akting aktor dan aktrisnya lumayan bagus! Aku jadi ngebayangin jaman dulu pasti Bonnie ini jadi standar kecantikan dan menurutku Clyde ini yah lumayan ganteng buat tahun segitu.

 

Terus selama aku nonton ini aku kayak mikir… orang-orang yang ada di film ini pasti udah jadi buyut. Tapi di film ini, mereka masih tergambar sebagai anak kecil, remaja, bahkan ada juga scene yang nunjukin adek bayi. Ada juga mbah-mbah. Aku yakin mbah-mbah yang ada di film ini lahirnya tahun 1890-an.

 

Ternyata seru juga ya nonton film jadul. Tanpa sadar aku menikmati nonton film jadul. Rasanya aku kayak masuk ke dunia yang sangat berbeda dari kehidupanku. Aku jadi ngebayangin kalau misalnya aku hidup di jaman itu. No technology, no gadget, no handphone. Just letter, telegram, and ancient telephone.

 

Dan di masa itu segalanya belum secepat sekarang. Aku yakin di masa itu belum banyak polusi, jalanan belum banyak yang diaspal, hutan masih asri, dan alam masih utuh.

 

Dan ga ada deadline yang suka ngejar-ngejar kali ya? Yang kalo telat langsung dichat berkali-kali.

 

Wkwkwk kok aku jadi ngomongin ini yah? Ini mah curhat

 

Anyway, ini film jadul tertua kedua yang pernah aku tonton. Film jadul pertama yang kuntonton itu Asrama Dara — film Indonesia tahun 1958.

 

Next, aku mau nonton film jadul apa lagi yah?

 

Aku berencana mau coba nonton Dracula and Van Helsing (1931) kalo ada waktu luang hehehe.