Fight With My Friend -END-

April 18, 2015

Fight With My Friend -END-




Sabtu, 18 April 2015
               
Lagu One Direction yang judulnya Spaces seperti biasa membangunkan aku pukul 5 pagi. Aku pun bangun untuk shalat Subuh, lalu karena mataku masih ngantuk, aku pun tidur-tiduran lagi di tempat tidur sampai jam 6 :D Jam 6-nya baru aku siap-siap pergi ke sekolah.
Pukul 6.30 aku udah siap berangkat. Sambil nunggu Ayahku sarapan sama Salsa (nama adik perempuanku), aku nonton Spongebob. Jam 6.45, baru aku berangkat.
Pagi ini enggak ada yang istimewa. Semuanya berjalan dengan biasa. Tapi… tiba-tiba aku teringat sesuatu. Soal perang dinginku dengan suadara sepupuku itu. Kalau aku melanjutkannya… berarti ini memasuki hari ke-10 aku diam-diaman dengannya.
Waktu duduk sambil nonton Spongebob, aku berpikir tentang cara mengakhiri ini… Dengan cara yang heboh atau frontal? Aku membayangkan dengan cara yang heboh… Mungkin waktu masuk ke kelas aku bisa langsung bilang ke dia, ‘Nadya~ Geuriwohaeyo~ ^^ (artinya: aku kangen kamu). Aku merasa itu cara yang bagus buat mengakhiri perang dingin ini. 
Walau begitu, aku mikir lagi. Kenapa aku begitu baik? Kenapa harus aku yang mengakhirinya? Hhhh… Bingung juga. Tapi kalau cara yang frontal gimana? Mungkin bisa, ‘Nadya! Dasar egois! Coba deh sekali-kali mengalah sama gue. Kayaknya lu kaga pernah mengalah sama gua!’
Aku geleng-geleng -_- Hahaha… Aku enggak bisa kayak gitu. Sebenarnya bisa sih… Tapi bisa-bisa masalah sepele itu jadi tambah gede atau akunya yang canggung. Dulu aku pernah mencoba cara kayak gitu, waktu ‘perang dingin 4 hari’ beberapa bulan yang lalu. Hasilnya? Aku sama Nadya baikan lagi :D Soalnya aku sama Nadya sama-sama frontal. Mungkin frontal + frontal = baikan lagi. Seperti (-) x (-) = (+). Hahahaha… LOL.
Aku terkekeh sendiri.

Ah sudahlah… Biarkan saja ini mengalir…

Sesampainya di sekolah…

Hmmm… Entah kesambar jin apa, begitu sampai di sekolah aku langsung menyapa Nadya, kebetulan dia lagi duduk di depan UKS entah lagi ngapain.
“NADYAAAAA!!!” Aku manggil dia dan langsung ikutan duduk di samping Nadya. Dia  enggak nyahut. Aku manggil lagi kali ini persis di samping telinganya. “NADYAAAAA!!!” 
“Aduh… Orang lagi sakit perut jadi tambah sakit,” kata Nadya.
Susi dan Wury yang kebetulan juga ada di depan pintu UKS tertawa. “Hahahaha… Udah baikan lagi, Nan?” kata si Wury.
Aku nyengir lebar. “Udah,” jawabku. “By the way, lu lagi ngapain sih?” tanyaku pada Nadya. Aku sama Nadya kalau ngomong terbiasa pakai lo-gue.
“Gue pengen ke UKS,” jawab Nadya.
“Ya elah… Kenapa lagi lu?”
“Sakit perut,” jawabnya.
“Oh…” Aku hanya menjawab dengan Oh.
“Hhhh… Cuma dijawab Oh,” gerutu Nadya.
“Eh-eh, lo udah liat MV SNSD yang Catch Me If You Can, belum?!” tanyaku dengan nada excited. “Konsep mereka keren loh!” Aku mulai fangirling sendiri.
“Aduh… Buka pintu UKS-nya deh!” kata Nadya sambil memegangi perutnya. Jawabannya sangat tidak nyambung dengan perkataanku sebelumnya. Tapi aku udah biasa dengan reaksi ‘enggak nyambung’ Nadya. Mungkin karena dia udah jadi teman sebangkuku dari awal kelas 9 tahun lalu.
“Tinggal dibuka,” ucapku cuek.
“Dikunci!” kata Nadya.
“Oh…” Dan lagi aku hanya menanggapi dengan kata Oh.
Tiba-tiba Pak Ali (guru Matematika-ku) lewat di depan kami berempatAku, Nadya, Wury, dan Susi. Pak Ali menatap Nadya dan aku dengan keheranan. Mungkin karena sekarang hanya aku dan Nadya yang duduk di lantai depan UKS. (Swear deh -_- Kita kayak orang pe-a) Aku pun berdiri untuk menjaga kesopanan. Hehe… :D
”Lagi ngapain di situ?” tanya Pak Ali kepada Nadya.
“Lagi sakit perut, Pak,” jawab Nadya.
“Kenapa?”
Nadya enggak menjawab. Kini aku yang menjawab, “Tapi Pak, mukanya enggak meyakinkan.”
“Pak, ini sakit beneran,” kata Nadya masih sambil duduk di lantai depan UKS.
“Ya udah cari kunci UKS-nya,” kata Pak Ali.
“Ayo Nad…” Aku menarik tangan Nadya.
“Ya yang sehat yang cari kuncinya,” kata Pak Ali lagi sambil menunjukku dan Wury. Ternyata Susi sudah pergi ke kelas. Mungkin dia tidak terbiasa dengan aku dan Nadya. Hahahaha… XD Beda banget sama Wury, yang udah 'tahan banting' kalau udah di dekat kita.
Aku nyengir lebar. “Hehe… Ayo Wur,” ucapku ke Wury. “Cari kuncinya di mana, Pak?”
“Di Pak Caslam, Ruang Multimedia,” jawab Pak Ali kemudian berlalu.
Kini aku menarik tangan Wury dan berjalan menyebrangi lapangan upcara menuju Ruang Multimedia.
“Kamu baca yang kemarin?” tanyaku antusias kepada Wury sambil berjalan.
“Iya. Aku baca. Pas buka Facebook langsung buka itu. Pertamanya enggak bisa tapi yang kedua bisa,” kata Wury curhat.
“Oh… Aku seneng deh! Banyak yang baca cerita itu. Hehehe…” kataku sambil tersenyum.
“Padahal baru tadi malam loh, aku ngomong-ngomong sama Hani mau buat bikin kalian baikan,” kata Wury lagi. “Rencanya mau bikin akting apa gitu… biar kalian bisa baikan lagi,” sambungnya.
“Oh… Tapi aku udah baikan lagi,” ucapku.
Setelah beberapa saat, kami sudah sampai di depan pintu Ruang Multimedia. Dengan cuek, aku membuka pintu itu. Kosong. Tidak ada siapa pun di dalam ruangan yang biasanya untuk rapat guru itu. Aku memasuki ruangan itu, mungkin Pak Caslampenjaga sekolahada, tapi tidak terlihat dari pintu.
“Yah enggak ada,” kata Wury.
“Hhhh… Ya udah. Balik lagi yuk…”
“Enggak nyari Pak Caslam?”
“Enggak usah,” ucapku. “Mungkin Pak Caslam belum datang.”
“Tadi aku liat,” kata Wury bersikeras.
“Nanti aja. Bel udah bunyi tuh,” ucapku ketika bel masuk berbunyi keras.
Aku dan Wury kembali lagi ke depan ruang UKS yang masih terkunci rapat. “Enggak ada Pak Caslam,” ucapku ke Nadya.
“Aduuuh…” Nadya mengeluh lebih karena sakit perutnya.
“Emang sakit perut kenapa sih?” tanyaku curious.
“Ituloh…”
“Ituloh apa?” tanyaku masih enggak mudeng.
“Nadya lagi halangan, Nan,” kata Wury kepadaku.
“Oh…” Aku ber-oh.
“Nad, mendingan ke kelas dulu,” kata Wury ke Nadya yang masih di posisinyaduduk di lantai depan ruang UKS.
“Sakiiit…” keluhnya.
“Eh aku ke kelas dulu ya. Udah mulai baris tuh,” kata Wury sambil berlalu menuju ke kelas.
Aku mengangguk. “Lu bikin repot deh,” kataku ke Nadya. Aku ikut duduk di samping Nadya. Tanpa kami sadari, kami jadi pusat perhatian anak-anak yang lewat. Tapi kami cuek aja. 
“Orang lagi sakit juga!” kata Nadya.
Tiba-tiba aja Isna datang. Wury pergi, Isna datang. “Ternyata kalian ada di sini,” kata Isna sambil berjalan menghampiri kami berdua. “Kamu lagi sakit perut, Nad?”
“Iyaaa…” kata Nadya.
“Aku taruh tas dulu ya,” kataku sambil berlari ke kelas. Setelah menaruh tas di bangkuku, aku balik lagi ke tempat Nadya tanpa mempedulikan Pak Kartim yang sudah berdiri di lapangan sekolah untuk memulai olahraga bersama pagi hari ini.
Aku melihat lapangan yang sudah penuh dengan murid-murid. “Jadi gimana, Nad? Kita tinggalin ya?” kataku ke Nadya. 
“Situ…” kata Nadya. Tapi baru berapa langkah menjauhi Nadya memanggil aku dan Isna. “Jangan!”
Isna dan Aku berhenti melangkah.
“Bukain pintu UKS duluuu,” kata Nadya kepada kami berdua.
Aku memasang wajah BT. Nyebelin banget sih ini orang… Pagi-pagi udah bikin ribet… Tahu begini mendingan aku melanjutkan perang dinginku sampai besok dan besok dan besoknya lagi! ><
“Eh ke Pak Tugi (guru Seni Budaya) aja yuk buat ngambil kunci ruang UKS,” ajak Isna ke aku.
Ternyata Isna berpikiran lain denganku. Ia justru lebih memilih menolong Nadya.
“Hhhh.. Iya,” ucapku. “Nad, lu mau di situ aja?” tanyaku ke Nadya.
Ia pun bangun berdiri dan ikut berjalan menuju ke ruang guru. Wah! Untung aja ada Pak Tugi, aku pun langsung mendekati guru tersebut dan bertanya, “Permisi Pak... Pak Guru pegang kunci ruang UKS enggak?”
“Oh yang pegang bukan saya. Tapi Pak Caslam,” jawab Pak Tugi.
Aku mendesah dalam hati. Ribetnya pagi ini! “Terima kasih, Pak…” kata Isna mewakili kami berdua.
Kami pun keluar dari ruang guru. “Kaga ada kuncinya, Nad,” ucapku ke Nadya yang baru saja kembali dari toilet. 
Belum sempat Nadya menjawab, tiba-tiba dari lapangan terdengar suara Pak Kartim. “Untuk anak yang belum berkumpul di lapangan, saya hitung sampai 10. Kalau tidak sampai di lapangan, saya suruh push-up.”
APAAA?!!!!!
Tanpa basa-basi lagi, aku dan Isna berlari ke lapangan. “Sial,” umpatku dengan kesal.
“5…”
Loh? Kenapa sudah sampai hitungan ke 5? Aku bahkan belum sampai di lapangaaan!!!
“6…”
“7…”
“8…”
Ugh sedikit lagi sampai di barisan kelasku…
“9…”
Aishhh… Kenapa kelasku harus berada di paling pinggir sih?!
“10!!!”
Fiuuuh… Akhirnya aku sampai di barisan kelasku. Aku menghembuskan napas paling lega. Paling tidak aku enggak perlu disuruh push-up pagi-pagi di depan umum. Itu enggak boleh terjadi! ><
“Nadya kenapa, Nan?” tanya Anggi kepadaku yang baris di depankuㅡmembuyarkan lamunanku.
“Sakit perut gara-gara halangan,” jawabku.
“Oh…”
Kukira pagi ini akan olahraga bersama, ternyata… ENGGAK! Pak Kartim mengumpulkan anak-anak dari kelas 7 sampai kelas 9 di lapangan hanya untuk memberikan pengumuman kalau pagi ini langsung jam pelajaran dan pelajaran terakhir diganti untuk bersih-bersih.
-____-‘ Hhhhhh… Padahal udah dibela-belain lari ke lapangan… Ya sudahlah… Enggak apa-apa…

**

Setelah apel selesai, aku dan teman sekelasku yang lain pergi Shalat Dhuha. Tapi sebelumnya, enggak sengaja aku ketemu Pak Ali lagi.
“Gimana si Nadya?” tanya Pak Ali.
“Di depan ruang guru, Pak,” jawabku.
“Itu ada Pak Caslam kalau mau ambil kunci UKS,” kata Pak Ali lagi.
Aku langsung menghampiri Pak Caslam yang kebetulan berada tak jauh dari tempatku berdiri. Setelah kunci ruang UKS sudah di tangan, aku pergi menghampiri Nadya lagi. (Dasar tukang bikin repot! -,-)
“UKS-nya udah dibuka tuh,” ucapku dengan wajah badmood.
“Oh ya?!” Nadya pun langsung ngacir ke ruang UKS. Sementara itu aku pergi ke Musholla untuk Shalat Dhuha.
Hhhh… Benar-benar pagi yang hilarious!

**

Hari Sabtu, jadwal pelajarannya hanya Matematika. 
2 jam berlalu, pelajaran Matematika telah berakhir digantikan jam kebersihan. Sebetulnya jam kebersihan lebih mirip jam kosong. Aku, Hani, dan Wury memilih pergi ke perpustakaan daripada bengong di kelas. Mereka pinjam buku sedangkan aku cuma numpang baca Buku ‘Koala Kumal’ ciptaan Raditya Dika di perpustakaan.
Pukul 10 pulang. Aku, Isna, dan Nadya berencana main di rumahku. Hehehe… Kita udah lama banget enggak main >< Di rumahku, sebenarnya kita enggak benar-benar main… tapi cuma nonton MV K-POP dan Naruto. (Kuanggap itu main :D)
Jam 12 tepat, Nadya dijemput. Isna juga ikut-ikutan pulang. Aku pun nganterin mereka sampai depan rumah.

**

Nah… Jadi begitulah akhir kisah dari ‘Fight With My Sister’. Perang dingin selama 9 hari itu pun berakhir. Awalnya memang sangat berbeda dengan rencanaku XD Hahaha...
Tapi sudahlah… Yang penting aku dan Nadya udah baikan lagi ;) Jangan ada pertengkaran lagi dengan saudara sendiri :D Hehehehe…

-END-

You Might Also Like

0 comments