Laut
Hari
Sabtu yang cerah. Langit berwarna biru di atas Kota Yogyakarta terlihat bersih
dari awan. Cuaca hari ini benar-benar pas bagi mereka yang ingin pergi
berjalan-jalan. Di depan pagar sebuah rumah bernuansa minimalis, terlihat tiga
remaja berdiri di samping sebuah mobil Avanza silver yang akan membawa mereka
ke pantai.
Namun
wajah ketiga anak itu berbanding terbalik dengan cuaca cerah hari ini.
“Amanda
sama Rylan di mana sih? Kok belum ke sini juga?” gerutu Vikaã…¡nama
cewek berambut panjang
itu. Ia yang paling kesal karena pergi ke pantai hari ini adalah idenya.
“Sabar…”
kata Eliza. Di antara lima sekawan itu, dia yang paling sabar dalam berbagai
keadaan. Bahkan selama Vika mengenal Eliza, dia belum pernah melihat Eilza
marah.
“Kalau
kayak gini caranya, bisa-bisa gagal,” kata Trevor. Dia yang tertua di antara
mereka berlima dan merupakan kakak sepupu Vika. Dalam perjalanan nanti, dia
yang akan menyetir.
“Enggak!
Pokoknya harus jadi!” kata Vika bersikeras.
Baru
saja dibicarakan, tiba-tiba terdengar suara motor melaju dari ujung gang yang
menuju rumah Vika. Vika langsung menengok ke arah motor yang sedang melaju
kencang itu. Dan ia yakin cowok berhelm hitam itu adalah Rylan. Vika langsung
bertanya-tanya di mana Amanda? Ternyata cewek itu ada di belakang Rylan.
“Akhirnya…
datang juga,” kata Vika sambil tersenyum lega.
Begitu
sampai di rumah Vika, Rylan langsung memarkirkan motornya di garasi rumah Vika.
“Tahu
enggak? Kita hampir karatan nungguin kalian berdua,” kata Vika pada Amanda yang
baru saja turun dari motor. Rylan berjalan di belakangnya.
Amanda
hanya nyengir menjawab omelan Vika. Cewek bernama Vika itu memang sangat
perfeksionis dan kadang menyebalkan. Namun Amanda, Rylan, Eliza, dan Trevor
tahu kalau Vika sebenarnya baik.
“Sorry ya. Aku juga capek nungguin Amanda
dandan di rumahnya,” kata Rylan.
Amanda
langsung meninju lengan Rylan. “Enak aja! Kamu juga ketiduran kan? Makanya
telat!” balasnya.