Nomaden Life
Desember 14, 2021Halo! Udah lama aku engga post tulisan di blog ini. Hari ini aku mau cerita sedikit tentang kehidupan yang dulu nomaden. Kenapa dulu? Karena sekarang aku sedang hidup sedenter untuk sementara sebelum mulai kerja.
Itung-itung, aku nulis ini juga buat pengingat tempat mana aja yang dulu
pernah aku kunjungi dan tinggali karena cukup banyak. Sampai-sampai dulu waktu
masih kecil, aku suka mikir sebagian besar hidupku dihabiskan di perjalanan. Sebenernya
itu cuma hiperbola aja sih, tapi dulu bener-bener sering banget pindah-pindah
dan jalan-jalan. Berkat kehidupan pindah-pindah itu, aku sering mikir my childhood was pretty good.
Semua bermula ketika aku lahir di Cilacap tahun 2000. Aku pertama kali tinggal di Kota Cilacap tapi cuma bertahan sampai tahun 2002. Setelah itu, aku tinggal di Arga Makmur, Bengkulu. Aku engga ingat sama sekali karena itu terjadi waktu aku masih bayi. Kata orang tuaku, sebelum pindah ke Bengkulu, keluargaku sempat transit dulu di Palembang.
Di Bengkulu cuma 8 bulan. Kemudian, aku pindah ke Bekasi. Di kota ini, aku paling banyak menghabiskan masa kecilku. Aku TK dan juga pertama kali SD di sini. Sampai aku kelas 3 SD, Ayahku pindah lagi. Oh iya, dulu Ayahku kerja sebagai pegawai Bank dan cukup sering pindah-pindah. Setelah 6 tahun tinggal di Bekasi, aku pindah ke Medan.
Tahun 2008 sekitar bulan September, aku pertama kali menginjakkan kaki di Medan. Walaupun watu itu aku masih 8 tahun, aku masih ingat kota itu dan tempat mana aja yang pernah kukunjungi karena memorable banget. Tiga tempat yang menurutku paling memorable waktu aku tinggal di sana itu Danau Toba, Pematang Siantar, dan Berastagih. Masih keinget banget luasnya Danau Toba, legenda batu gantungnya, dan rumah pengasingan Soekarno (kalo ga salah) yang ada di pinggir Danau Toba. Terus kalo Pematang Siantar yang bikin inget itu pernah nginep semalam di sana dan kotanya adem. Pokoknya seru banget waktu tinggal di Medan meskipun cuma 6 bulan.
Tahun 2009 awal, aku pindah ke Pasirpengaraian, Riau, Ibukotanya Kabupaten Rokan Hulu. Jaraknya dari Pekanbaru sekitar 4-5 jam perjalanan. Kalo lewat jalan pintas (simpang TB) mungkin bisa lebih cepat. Yang aku inget kalo mau pergi ke Pasirpengaraian itu pasti ngelewatin Bangkinang dan Ujung Batu. Dulu waktu tinggal di sana, lumayan sering pergi ke Pekanbaru, soalnya itu sih satu-satunya kota besar yang terdekat kalau mau belanja bulanan atau sekadar melihat kota. Seingatku, aku kelas 3 sampai kelas 4 SD di sana. Jadi pas kelas 3 SD, aku tinggal di 3 kota yang berbeda (Bekasi, Medan, Pasirpengaraian).
Selama tinggal di kota kecil itu, aku pernah ke Duri, Dumai, dan Bukittinggi. Kayaknya aku gak akan bisa lupa gimana suasana lahan sawit…. atau pipa minyak sepanjang perjalanan waktu pergi ke Dumai. Dan aku juga engga bisa lupa suasana Bukit Barisan waktu aku pergi ke Bukittinggi. Waktu masih kecil di salah satu perjalanan yang melewati hutan aku sampe dibilangin, “Kamu engga usah takut mau tinggal di mana-mana kalau udah pernah ngelewatin jalan berhutan di Sumatera ini.”
Tahun 2010 menjelang Ujian Kenaikan Kelas, Ayahku dapat SK lagi. Kali ini pindah ke Bintaro. Tapi masalahnya, waktu itu aku mau naik ke kelas 5 SD. Agak susah buat pindah sekolah. Akhirnya, aku sementara tinggal di kampungnya Ayahku di Karangpucung, Cilacap. Aku pun SD di situ selama 2 bulan sebelum pindah ke Bintaro.
Pertengahan 2010, aku udah tinggal di kota lagi. Jujur, waktu itu aku sempat ngerasa aneh. Perasaan kemarin kalo main di hutan durian deket rumah (pas tinggal di Riau) terus tiba-tiba sekarang mainnya udah di mall aja, pikirku waktu umur 10 tahun. Sewaktu tinggal di Riau, rumahku berada di pinggir jalan raya yang biasa truk-truk sawit lewat dan setiap malam harus nyalain genset buat nyalain listrik. Terus tiba-tiba di Bintaro, tinggal di kompleks perumahan yang tenang dan selalu ada listrik.
Tahun 2010, adik keduaku lahir di Bekasi, di RS yang sama dengan adik pertamaku. Oke ini TMI (Too Much Information). Seingatku Bekasi-Bintaro engga begitu jauh, makanya adikku dilahirkan di sana juga. Dulu aku tinggal di Sektor Sembilan… Makanya pas kuliah kalo ngelewatin McDonalds Sekbil dan Bintaro Plaza, aku suka flashback sendiri… My childhood was really good. Engga nyangka aja gitu 8 tahun kemudian, aku sekolah di kampus yang ada di Sektor Lima Bintaro. Padahal dulu waktu SD, hampir setiap hari aku pulang-pergi sekolah ngelewatin kampus yang jadi tempat kuliahku.
Kurang lebih aku tinggal di Bintaro 1,5 tahun. Tahun 2012 awal banget bulan Januari, aku pindah lagi ke Bekasi padahal seharusnya ke Jogja (nah loh). Jadi gini gini, Ayahku dapat SK pindah ke Yogyakarta tapi masalahnya aku mau Ujian Nasional. Bisa bayangin enggak pindah sekolah menjelang UN ribetnya kayak apa? Ibuku sampai ngurus kepindahanku ke Kemdikbud. Terus, aku pindah ke Bekasi. Dulu keluargaku sempat punya rumah di Bekasi. Jadi, Ibuku, aku, dan dua adekku tinggal di rumah itu sementara. Sedangkan, Ayahku tinggal di Yogyakarta.
Tahun 2012, aku pindah lagi ke sekolahku yang dulu di Bekasi. Dan reaksi teman-temanku pas aku masuk kelas, “Loh Nanda?” Itu kocak sih. Anak baru yang habis pindah kemana-mana balik lagi ke sekolah awal. Jadi engga perlu ada perkenalan lagi kecuali ke anak-anak yang belum pernah kutemui sebelumnya. Terus pas lulus SD, aku sampai dibilang begini sama wali kelasku, “Nanda ini masuknya maksa, keluarnya juga maksa.” Aku dibilangin gitu waktu ngurus ijazah soalnya Ibuku minta tolong supaya ijazahku dipercepat keluarnya karena mau pindah lagi.
Awal Juli 2012, aku pergi dari kota Bekasi ke Yogyakarta menyusul Ayahku. Oh iya ini bukan berarti aku SMP di Yogyakarta, aku awal mula SMP di Karangpucung, Cilacap lagi. Aku lupa alasannya kenapa tapi kalo engga salah buat sementara aku ditaroh dulu di Karangpucung takutnya Ayahku bakal pindah lagi. Udah dibilang begitu, akhir tahun 2012, aku tetep aja disuruh pindah sekolah ke Yogyakarta.
Awal Januari 2013, aku bener-bener tinggal di Yogyakarta. Tapi, baru 5 hari sekolah, Ayahku dapat kabar pindah lagi ke Kefamenanu. Buat yang mau baca cerita lengkapnya ada di sini (klik sini). Tapi mohon maaf, gaya bahasaku di postingan itu masih bocil banget. Aku nulis itu pas umur 12 tahun.
Tanggal 9 Maret 2013 (inget banget nih), aku terbang ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (tapi transit dulu di Denpasar semalam). Ayahku nunggu di Denpasar sementara Ibuku, aku dan adek-adek terbang ke sana. Baru keesokan harinya lagi, lanjut terbang ke Kupang.
Tapi aku bukan tinggal di Kupang. Aku tinggal di Kefamenanu, Ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara. Jaraknya sekitar 5-6 jam perjalanan dari Kupang. Di kota kecil ini, aku pertama kali merasakan jadi minoritas karena kebanyakan penduduk di sana beragama Kristen Protestan dan Katolik. Rasanya unik banget ngejalanin bulan puasa di sana karena engga pernah denger suara azan sama sekali. Jadi, patokannya hanya selebaran jadwal solat yang biasa ada kalo bulan Ramadhan.
Selama tinggal di Kefamenanu, aku pernah pergi ke Atambua, Pantai Wini, Pantai Kolbano, dan Air Terjun Oehala. Aku juga pernah liat pacuan kuda secara langsung. Waktu aku tinggal di sana, alamnya masih asri banget. Pantainya sepi. Oh iya, aku juga pernah ke perbatasan Timor Leste-Indonesia (bahkan sampai lewatin perbatasannya karena dapet izin). Meskipun aku cuma tinggal 6 bulan di Pulau Timor, ada banyak banget pengalaman yang enggak akan bisa kulupakan.
September 2013, aku pindah ke Malang. Aku kembali lagi ke Jawa dan zona WIB. Selama tinggal di Malang, aku pernah ke Surabaya (of course), nyebrang jembatan Suramadu buat ke Madura, dan lihat sunrise di Gunung Bromo. Waktu di sana, aku juga lumayan sering ke Batu. Menurutku, kota Malang itu kota yang paling banyak ninggalin memori bittersweet di kepalaku.
Juli 2014, aku pindah ke Karangpucung, Cilacap, tepatnya ke SMP yang sama waktu aku pertama kali SMP. Kali ini, aku pindah sendiri. Keluargaku stay di Malang. Tapi beberapa bulan kemudian, berpencar juga sih. Alasan aku dipindahkan ke sini, katanya buat persiapan masuk SMA di Purwokerto. Orang tuaku emang udah ngerencanain supaya aku sekolah SMA di Purwokerto dari dulu. Tahun berikutnya, rencananya terwujud.
Tahun 2015, aku mulai SMA di Purwokerto dan aku ngekost. Lumayan seru kehidupan ngekost waktu SMA. For your information aja, aku pertama kali ngekost di kost-kostan yang rata-rata penghuninya udah pegawai. Soalnya waktu itu aku agak telat nyari kostan. Untungnya mereka semua baik banget dan aku betah-betah aja tinggal di kostan. Seminggu sekali atau kadang dua minggu sekali aku pulang ke Karangpucung.
Tahun 2016, aku pindah kostan ke kostan yang penghuninya anak SMA dan lebih dekat dengan sekolah. Tahun 2016, aku juga sempat ke Makassar selama sebulan. Menurutku itu pengalaman memorable soalnya itu pertama kalinya aku pulang ke Makassar sendirian (sebelumnya pas pulang tahun 2004 dan 2012 selalu sama keluarga). Selama liburan di Parepare (lebih tepatnya), aku sempat jalan-jalan ke Tana Toraja.
Tahun 2017, aku kelas 11. Engga ada cerita spesial sih. Soalnya aku engga pindah-pindah juga. Tapi di tahun ini aku banyak jalan-jalan dan sempat stay di Makassar selama sebulan (liburan kenaikan kelas).
Tahun 2018, jeng jeng jeng pusing mikirin SBMPTN, UN, dan masuk kuliah. Alhamdulillah aku masuk kampus kedinasan yang enggak perlu bayar UKT per semesternya. Bulan Agustus 2018, aku pun mulai tinggal di Bintaro dan menjalani kehidupan sebagai mahasiswa di PKN STAN. Tahun 2019 juga sama aja jadi mahasiswa di Bintaro. Pastinya banyak momen seru dan tertekan selama kuliah.
Tahun 2020, jeng jeng jeng pandemi dimulai. Bulan Februari 2020, aku balik ke Karangpucung, Cilacap buat liburan semester 3 dan ternyata keterusan sampai lulus kuliah. Jadi, tiga semester kuliah aku jalani dari rumah.
Bentar bentar. Perasaan tadi aku cuma mau ceritain kehidupan nomadenku kenapa jadi cerita kehidupan? Ya pokoknya begitulah. Aku nulis ini sebagai pencatat memori. Siapa tahu di lembaran kehidupan berikutnya, aku bakal menjelajah tempat yang baru lagi.
In conclusion, sejak aku lahir sampai umur 21 sekarang, aku udah pindah rumah 14 kali. Jujur, sebenernya kadang aku juga bingung gimana ngitungnya... Tapi kira-kira beginilah cara aku ngitungnya.
Kota Cilacap, Jawa Tengah (born)
1. Argamakmur, Bengkulu
2. Bekasi, Jawa Barat
3. Medan, Sumatera Utara
4. Pasirpengaraian, Riau
5. Karangpucung, Cilacap, Jawa Tengah
6. Bintaro, DKI
7. Bekasi, Jawa Barat
8. Yogyakarta, DIY
9. Kefamenanu, NTT
10. Malang, Jawa Timur
11. Karangpucung, Cilacap, Jawa Tengah
12. Purwokerto, Jawa Tengah
13. Bintaro, DKI
14. Karangpucung, Cilacap, Jawa Tengah
➵
Okeee. Sekian ceritaku hari ini tentang kehidupan nomaden. Thank you for coming to my TED Talk!
0 comments