Brothership

FF: KyuMin First Story

Mei 08, 2015

FF: KyuMin First Story




Author: Nandakyu 
Rated: General
Length: One Shot
Genre: Brothership, Comedy
Cast: Leeteuk, Heechul, Hangeng, Yesung, Kang In, Shindong, Sungmin, Eunhyuk, Siwon, Donghae, Ryeowook, Kibum, & Kyuhyun
Desclaimer: FF ini asli dari otak Admin! >< Jadi, jangan COPAS!!!
NB: Admin lagi ngayal-ngayal aja tentang KyuMin :D, ya udah akhirnya Admin tulis FF ini deh... FF ini cocok banget buat para Joyer alias KyuMin shipper! Jadi, ceritanya tuh, tentang awal kenapa KyuMin bisa jadi deket :') Hiks... Ini couple bikin galau kalo sekarang... Terus, FF ini kubuat waktu aku masih kelas 8 :3 Jadi udah lama juga FF ini mendekam di folder laptop. Kekekeke~  Pokoknya enjoy reading ya~^^
Summary:

/BRUGH!/
/Ups, sosok di balik selimut itu bangun. Aku yakin sekarang ia pasti sedang melihat ke arahku. /Aish.../

~~

-Sungmin POV-

Dia.

Dia itu magnae yang ‘aneh’. Tidak seperti kebanyakan maknae lain, yang biasanya hyper, atau menjengkelkan. Tapi, ia sangat pendiam dan juga sangat tertutup. Ketika berada di ruang tunggu/backstage, dia lebih sering diam, entah apa yang ia pikirkan. Memng sih, selama dia di sini, dia belum akrab dengan member Super Junior yang lain. Hmmm... Ya. Dia adalah sosok yang misterius.

Semenjak kedatangannya di  Super Junior, aku sudah penasaran dengannya. Aku ingin sekali tahu tentang anak itu. Tapi, begitu aku dan dia berdekatan, entah kenapa, terasa sangat canggung dan satu lagi, auranya sedikit aneh. Walaupun lebih aneh auranya Yesung hyung.

“Sungminnie hyung!”

Seseorang memanggilku dan aku sudah mengenal dengan sangat baik suara khas ini, suara Kim Ryeowook. “Ya. Ada apa?” sahutku menoleh ke arahnya yang ternyata sedang berdiri di belakangku. Sepertinya, dia yang lebih pantas menjadi magnae di antara kami. Selain wajahnya yang cute overload, tingkahnya pun manis.

“Kau melamun, hyung?” katanya sambil memperhatikan wajahku dengan seksama. HEY! Apakah wajahku sangat terbaca kalau aku sedang melamun?!

Anni!” bantahku. “Ada apa, sih?”

“Member lain sedang keluar, kau tidak ikut?” tanya Ryeowook kepadaku.  

“Ke mana?”

“Hanya berjalan-jalan saja,” jawabnya santai sambil tersenyum. Tiba-tiba seseorang lagi muncul dari... entah dari mana seseorang itu sudah berada di hadapanku. Tanpa melihat pun, aku sudah tahu kalau seseorang itu pasti Yesung hyung. Aku heran, kenapa Ryeowook bisa betah berdekatan dengan Yesung hyung? Jangan-jangan... Ryeowook disihir oleh Yesung hyung sehingga ia jadi betah berdekatan dengannya. Andwae~ Kenapa aku jadi berpikiran seperti itu ya?

Oh iya, sepertinya Yesung hyung  juga akan mengajakku pergi keluar. Aku sedikit bimbang, aku ikut tidak ya?

“Sungmin, kau tidak mau ikut kami? Kami mau pergi berjalan-jalan keluar,” kata Yesung hyung sambil menggandeng tangan dongsaeng kesayangannya, Ryeowook, sepertinya ia bisa membaca pikiranku. Ah, lagi-lagi aku berpikiran aneh seperti itu. Andwae~ Menyebalkan! Eits tapi tunggu... Kalau semua member lain sedang pergi keluar, lalu aku dengan siapa di dorm?

“Tunggu. Apa benar semua member pergi keluar?” tanyaku dengan cepat, karena Yesung hyung dan Ryeowook sudah berjalan menjauh dariku dengan memakai jaket tebal dan pelindung dingin lengkap, mereka melangkah santai menuju pintu utama dorm.

“Emmm... Ada Kyuhyun,” jawab Yesung hyung, cuek.

Sungguh aneh, kenapa anak itu tidak ikut keluar? Apa karena tidak ada yang mengajaknya? Kurasa tidak mungkin, deh... “HYUNG! Kami berangkat ya! Bye!” lagi-lagi Ryeowook mengagetkanku dari lamunanku. Ah, kenapa aku jadi sering melamun ya?

Ya! Tidak usah mengagetkanku!” kataku dengan sedikit sebal kepada Kim Ryeowook, kulihat ia terkekeh geli melihat ekspresi wajahku yang sedang cemberut tetapi tetap cute, dan pintu pun tertutup seiring dengan bunyinya yang keras. Aku sedang duduk di kursi meja makan. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan hari ini, jadi aku hanya memainkan handphone-ku dengan bosan di sini. Di ruang makan.

Sekarang kembali ke ‘misi’ku. Aku ingin mendekati anak itu, anak yang tadi kubilang adalah sosok misterius. Apa benar anak itu ada di dorm? Aku pun memanggilnya pelan, “Kyuhyun?” Tak ada jawaban.  Mungkin anak itu juga pergi, bisa saja Yesung hyung tadi membohongiku. Haha! Eh? Aku jadi bingung? Barusan aku ingin mendekati anak bernama Kyuhyun itu, tapi kenapa aku mengharapkan anak itu pergi keluar dorm? Aku aneh!

Ne?

Sebuah suara menyahut. Suara dingin itu, suara Kyuhyun. Lagi-lagi aku telah membohongi diriku. Mungkin ini kesempatanku untuk bisa mengenal lebih dekat seorang Kyuhyun. Tapi... Apa aku bisa  mendekatinya ya? Berhubung aku dan dia sangaaat jarang mengobrol. Sudah kubilang kan tadi, kalau anak itu belum mendapat teman dekat di dorm.

Aku pun berjalan menuju asal suara dingin tadi. Ternyata anak itu sedang berda di ruang tengah. Begitu aku duduk di karpet dekat sofa tepat berada di sampingnya, rasa canggung itu melanda diriku dan dirinya, mungkin. Tapi sepertinya ia tidak mempedulikannya. Aish... Apa dia tidak peka?

“Kenapa hyung tidak ikut pergi keluar?”

Aku masih diam. Perkataannya dingin dan sedikit kasar. Apa yang harus kujawab? Aish... Aku bingung dengan anak ini dan juga dengan diriku yang aneh ini! Tapi benar juga perkataannya, seharusnya tadi aku ikut pergi keluar bersama Yesung hyung dan Ryeowookkie. Tapi kalau aku ikut, aku pasti bakal menganggu mereka!  

“Em, ma-ma’af hyung. Tadi aku salah ngomong. Maksudku, kenapa hyung tadi tidak ikut keluar menikmati musim dingin?” dia menoleh ke arahku dengan ekspresi canggung. Ia mem-pause game-nya sebelum menoleh ke arahku.

“Kau juga kenapa tidak keluar?” kataku balas bertanya. Ia sepertinya mulai merasakan aura canggung yang menyelimuti kami berdua.

“Em... Tidak. Tidak apa-apa. Aku... hanya ingin di dorm,” jawabnya kaku tapi masih dingin. Bisakah ia bertingkah hangat sedikit saja?

“Kau yakin?” tanyaku berusaha menghangatkan suasana.

“Iya. Aku hanya ingin bermain game,” jawabnya tanpa senyum lalu kembali bermain game.

“Kau suka bermain game?” tanyaku penasaran. Aku baru tahu kalau ternyata dia suka bermain game.

Ia hanya mengangguk pelan dengan mata terfokus pada layar laptopnya. Oh... Jadi begitu? Itu yang ia lakukan setiap hari dengan laptopnya. Pantas saja ia begitu pendiam.

“Kalau... hyung? Kenapa tidak keluar juga?” tanyanya lagi. Oh iya, aku sampai lupa kalau aku belum menjawab pertanyaannya yang satu ini.  

“Aku hanya capek,” jawabku jujur.

About Me

Pagi Itu

Mei 08, 2015

Pagi Itu



Aku menguap lagi. Hoammm… Dengan mata mengantuk dan langkah agak malas, aku berjalan menuju kelasku. Aku menyesal tadi malam tidur terlalu malam buat ngetik. Sebenarnya, enggak malam-malam banget sih, tapi bagiku jam 9.30 itu udah kayak tengah malam!
Ini dia kelasku. Di pojokan, dekat kamar mandi cowok, tersembunyi oleh daun-daun pepohonan mini di taman sekolahã…¡yang sama sekali enggak mirip taman. Kelas paling terakhir dan terisolasi dari kelas lain.
Kelas 9G.
Aku melihat jam dinding kelasku. Masih jam 7 kurang 15 menit. Mendingan aku duduk dulu di bangku panjang yang ada di luar kelas.
Ada tempat kosong! Langsung aja aku nyerobot duduk di situ. Sepertinya enggak ada yang menyadari kalau ‘Nanda’ ada di sini. Tapi enggak apa-apa. Aku diam aja, asyik berpikir tentang sesuatu.
“Kalian enggak percaya?”
“Enggaklah! Mana ada naga di rumah lo?”
“Palingan cacing…”
Percakapan orang-orang yang tidak asing di sebelah kananku, membuatku terbangun (Emang dari tadi aku tidur ya?) “Apaan? Naga?” gumamku sambil menunggu lanjutan percakapan mereka.
“SUER!!!”
“Naga apaan? Buah naga kali!” Hani yang duduk di samping kananku persis, berkata dengan nada sewot.
Kenalin cewek cantik di sebelahkuã…¡yang ngomong sewot tadi. Namanya Isrotun Hanifah alias Hani. Dia ini cewek yang paling ‘baik’ di kelas 9G.
“Bukan buah naga! Tapi hewan naga!” kata Adeã…¡teman sekelasku jugaã…¡yang sekarang duduk di samping Hani. Raut mukanya terlihat bersungguh-sungguh waktu mengatakan soal naga tadi.
“SUMPAH!” kata si Obi mendukung perkataan Ade. Ia membentuk tanda V dengan tangannya.
“Hayo! Sumpah demi apa?”
Kali ini Mila yang sewot. Suaranya yang keras agak membuat telingaku pengang sesaat. Dia duduk di samping kiriku sih…
“Sumpah…” Ekspresi muka Obi mulai terlihat tidak meyakinkan. Ia nyengir gaje.
“Halaaah… Gak berani sumpah…” cibir Hani. “Sumpah demi apa hayooo?”
“Demi naga, deeeh…”
Anak-anak yang ngerumunin Obi langsung ngelempar apa aja ke mukanya (Sebenarnya enggak, cuma disorakin aja)
“Hahahahahahahaha!” Obi ngakak ngelihat muka kesel temen-temennya.
“Eh tapi gue beneran!” Si Ade memasang muka sok serius. Tapi udah enggak ada yang tertarik dengan bualannya. Dia pun mengatakan hal lain biar teman-temannya terpancing. “Coba aja! Nanti pulang sekolah, lo-lo pada, dateng ke rumah gue!”
“Hooo! Ogah!” Ikbal nyorakin Ade. Manusia bernama Ikbal itu juga teman sekelasku. Saat ini, dia lagi berdiri karena enggak kedapetan tempat duduk di bangku panjang.
“Entar keinget dulu pernah kehabisan bensi,” kata Ikbal lagi.
“Apa hubungannya?” Aldi tahu-tahu muncul di percakapan ini. Dari tadi dia lagi minta dipangku sama Obi dan Ade. Sayangnya 2 cowok itu pada ogah mangkuin Aldi. Kasihan juga ngelihat muka ngelesnya Aldi. Hahaha…
“Oh iya! Gue inget juga!” kata Ade menanggapi perkataan Ikbal.
“Sumpah! Malu-maluin banget. Lagi jalan-jalan ke pasar malam kok tiba-tiba kehabisan bensin,” ujar Ikbal mulai mendongeng.
“Terus?” Tahu-tahu Wury udah ikutan kumpulan ini. Dia duduk di bawah. Dari tadi dia diam aja karena lagi melamun (Melamunin cogan). Kenalin juga, namanya Wuryanti a.k.a Wury~ Dia termasuk teman dekatku. Kalau sama Wury, tanpa ngomong apa pun kita bisa tahu maksud hati masing-masing. Kita ini sama-sama suka puitis mendadak dan suka berfilosofi. Haha!
Ikbal melanjutkan ceritanya. “Ya udah. Terpaksa banget jalan sama temen sambil nuntun motor ke rumah Ade. Malu-maluin banget padahal waktu itu mau jalan-jalan ke Pasar Malam.”
“Waktu kapan?” tanya Obi ke Ikbal.
“Waktu kelas 7! Waktu itu pakek motor apa ya…?”
“Motor Jupiter kalau enggak salah,” sahut Ade. (Jujur aja, ini agak enggak penting -_-)
“Hahahaha… Makanya jangan gaya-gayaan kalau enggak punya bensin!” kata Mila.
“Habis waktu itu cuma mau lihat Pasar Malam,” kata Ikbal lagi.
Kelompok anak-anak usia tanggung itu tertawa termasuk aku. Tapi aku tidak berkomentar, aku lebih suka menjadi pendengar yang baik.
“Heh.. Shalat Dhuha!” kata Aldi yang lagi alim. Sarung udah siap di tangannya.
“Nantilah…” kata Hani.
“Shalat weh!” kata Mila yang menurutku mirip Ibu gerombolan anaka-anak itu.
Gerombolan itu seperti menuruti perkataan Mila. Termasuk aku! Aku mengambil mukenaku di tasku lalu mengikuti mereka ke mushola untuk Shalat Dhuha tepat saat bel masuk berbunyi.
Kupikir itu adalah pagi yang hangat walaupun penuh dengan cerita gaje J

SELESAI

Notes: Aku lupa kapan tanggalnya kejadian ini terjadi ._.V Intinya hari Jum’at *okesip, ini ga penting* Hehehe… :D Makasih ya, yang udah baca :3 Dan ini semua diambil dari CERITA NYATA. Tokohnya pun nyata. Hehehe… Bubye~



About Me

Fight With My Sister -END-

April 18, 2015

Fight With My Sister -END-




Sabtu, 18 April 2015
               
Lagu One Direction yang judulnya Spaces seperti biasa membangunkan aku pukul 5 pagi. Aku pun bangun untuk shalat Subuh, lalu karena mataku masih ngantuk, aku pun tidur-tiduran lagi di tempat tidur sampai jam 6 :D Jam 6-nya baru aku siap-siap pergi ke sekolah.
Pukul 6.30 aku udah siap berangkat. Sambil nunggu Ayahku sarapan sama Salsa (nama adik perempuanku), aku nonton Spongebob. Jam 6.45, baru aku berangkat.
Pagi ini enggak ada yang istimewa. Semuanya berjalan dengan biasa. Tapi… tiba-tiba aku teringat sesuatu. Soal perang dinginku dengan suadara sepupuku itu. Kalau aku melanjutkannya… berarti ini memasuki hari ke-10 aku diam-diaman dengannya.
Waktu duduk sambil nonton Spongebob, aku berpikir tentang cara mengakhiri ini… Dengan cara yang heboh atau frontal? Aku membayangkan dengan cara yang heboh… Mungkin waktu masuk ke kelas aku bisa langsung bilang ke dia, ‘Nadya~ Geuriwohaeyo~ ^^ (artinya: aku kangen kamu). Aku merasa itu cara yang bagus buat mengakhiri perang dingin ini. 
Walau begitu, aku mikir lagi. Kenapa aku begitu baik? Kenapa harus aku yang mengakhirinya? Hhhh… Bingung juga. Tapi kalau cara yang frontal gimana? Mungkin bisa, ‘Nadya! Dasar egois! Coba deh sekali-kali mengalah sama gue. Kayaknya lu kaga pernah mengalah sama gua!’
Aku geleng-geleng -_- Hahaha… Aku enggak bisa kayak gitu. Sebenarnya bisa sih… Tapi bisa-bisa masalah sepele itu jadi tambah gede atau akunya yang canggung. Dulu aku pernah mencoba cara kayak gitu, waktu ‘perang dingin 4 hari’ beberapa bulan yang lalu. Hasilnya? Aku sama Nadya baikan lagi :D Soalnya aku sama Nadya sama-sama frontal. Mungkin frontal + frontal = baikan lagi. Seperti (-) x (-) = (+). Hahahaha… LOL.
Aku terkekeh sendiri.

Ah sudahlah… Biarkan saja ini mengalir…

Sesampainya di sekolah…

Hmmm… Entah kesambar jin apa, begitu sampai di sekolah aku langsung menyapa Nadya, kebetulan dia lagi duduk di depan UKS entah lagi ngapain.
“NADYAAAAA!!!” Aku manggil dia dan langsung ikutan duduk di samping Nadya. Dia  enggak nyahut. Aku manggil lagi kali ini persis di samping telinganya. “NADYAAAAA!!!” 
“Aduh… Orang lagi sakit perut jadi tambah sakit,” kata Nadya.
Susi dan Wury yang kebetulan juga ada di depan pintu UKS tertawa. “Hahahaha… Udah baikan lagi, Nan?” kata si Wury.
Aku nyengir lebar. “Udah,” jawabku. “By the way, lu lagi ngapain sih?” tanyaku pada Nadya. Aku sama Nadya kalau ngomong terbiasa pakai lo-gue.
“Gue pengen ke UKS,” jawab Nadya.
“Ya elah… Kenapa lagi lu?”
“Sakit perut,” jawabnya.
“Oh…” Aku hanya menjawab dengan Oh.
“Hhhh… Cuma dijawab Oh,” gerutu Nadya.
“Eh-eh, lo udah liat MV SNSD yang Catch Me If You Can, belum?!” tanyaku dengan nada excited. “Konsep mereka keren loh!” Aku mulai fangirling sendiri.
“Aduh… Buka pintu UKS-nya deh!” kata Nadya sambil memegangi perutnya. Jawabannya sangat tidak nyambung dengan perkataanku sebelumnya. Tapi aku udah biasa dengan reaksi ‘enggak nyambung’ Nadya. Mungkin karena dia udah jadi teman sebangkuku dari awal kelas 9 tahun lalu.
“Tinggal dibuka,” ucapku cuek.
“Dikunci!” kata Nadya.
“Oh…” Dan lagi aku hanya menanggapi dengan kata Oh.
Tiba-tiba Pak Ali (guru Matematika-ku) lewat di depan kami berempatã…¡Aku, Nadya, Wury, dan Susi. Pak Ali menatap Nadya dan aku dengan keheranan. Mungkin karena sekarang hanya aku dan Nadya yang duduk di lantai depan UKS. (Swear deh -_- Kita kayak orang pe-a) Aku pun berdiri untuk menjaga kesopanan. Hehe… :D
”Lagi ngapain di situ?” tanya Pak Ali kepada Nadya.
“Lagi sakit perut, Pak,” jawab Nadya.
“Kenapa?”
Nadya enggak menjawab. Kini aku yang menjawab, “Tapi Pak, mukanya enggak meyakinkan.”
“Pak, ini sakit beneran,” kata Nadya masih sambil duduk di lantai depan UKS.
“Ya udah cari kunci UKS-nya,” kata Pak Ali.
“Ayo Nad…” Aku menarik tangan Nadya.
“Ya yang sehat yang cari kuncinya,” kata Pak Ali lagi sambil menunjukku dan Wury. Ternyata Susi sudah pergi ke kelas. Mungkin dia tidak terbiasa dengan aku dan Nadya. Hahahaha… XD Beda banget sama Wury, yang udah 'tahan banting' kalau udah di dekat kita.
Aku nyengir lebar. “Hehe… Ayo Wur,” ucapku ke Wury. “Cari kuncinya di mana, Pak?”
“Di Pak Caslam, Ruang Multimedia,” jawab Pak Ali kemudian berlalu.
Kini aku menarik tangan Wury dan berjalan menyebrangi lapangan upcara menuju Ruang Multimedia.
“Kamu baca yang kemarin?” tanyaku antusias kepada Wury sambil berjalan.
“Iya. Aku baca. Pas buka Facebook langsung buka itu. Pertamanya enggak bisa tapi yang kedua bisa,” kata Wury curhat.
“Oh… Aku seneng deh! Banyak yang baca cerita itu. Hehehe…” kataku sambil tersenyum.
“Padahal baru tadi malam loh, aku ngomong-ngomong sama Hani mau buat bikin kalian baikan,” kata Wury lagi. “Rencanya mau bikin akting apa gitu… biar kalian bisa baikan lagi,” sambungnya.
“Oh… Tapi aku udah baikan lagi,” ucapku.
Setelah beberapa saat, kami sudah sampai di depan pintu Ruang Multimedia. Dengan cuek, aku membuka pintu itu. Kosong. Tidak ada siapa pun di dalam ruangan yang biasanya untuk rapat guru itu. Aku memasuki ruangan itu, mungkin Pak Caslamã…¡penjaga sekolahã…¡ada, tapi tidak terlihat dari pintu.
“Yah enggak ada,” kata Wury.
“Hhhh… Ya udah. Balik lagi yuk…”
“Enggak nyari Pak Caslam?”
“Enggak usah,” ucapku. “Mungkin Pak Caslam belum datang.”
“Tadi aku liat,” kata Wury bersikeras.
“Nanti aja. Bel udah bunyi tuh,” ucapku ketika bel masuk berbunyi keras.
Aku dan Wury kembali lagi ke depan ruang UKS yang masih terkunci rapat. “Enggak ada Pak Caslam,” ucapku ke Nadya.
“Aduuuh…” Nadya mengeluh lebih karena sakit perutnya.
“Emang sakit perut kenapa sih?” tanyaku curious.
“Ituloh…”
“Ituloh apa?” tanyaku masih enggak mudeng.
“Nadya lagi halangan, Nan,” kata Wury kepadaku.
“Oh…” Aku ber-oh.
“Nad, mendingan ke kelas dulu,” kata Wury ke Nadya yang masih di posisinyaã…¡duduk di lantai depan ruang UKS.
“Sakiiit…” keluhnya.
“Eh aku ke kelas dulu ya. Udah mulai baris tuh,” kata Wury sambil berlalu menuju ke kelas.
Aku mengangguk. “Lu bikin repot deh,” kataku ke Nadya. Aku ikut duduk di samping Nadya. Tanpa kami sadari, kami jadi pusat perhatian anak-anak yang lewat. Tapi kami cuek aja. 
“Orang lagi sakit juga!” kata Nadya.
Tiba-tiba aja Isna datang. Wury pergi, Isna datang. “Ternyata kalian ada di sini,” kata Isna sambil berjalan menghampiri kami berdua. “Kamu lagi sakit perut, Nad?”
“Iyaaa…” kata Nadya.
“Aku taruh tas dulu ya,” kataku sambil berlari ke kelas. Setelah menaruh tas di bangkuku, aku balik lagi ke tempat Nadya tanpa mempedulikan Pak Kartim yang sudah berdiri di lapangan sekolah untuk memulai olahraga bersama pagi hari ini.
Aku melihat lapangan yang sudah penuh dengan murid-murid. “Jadi gimana, Nad? Kita tinggalin ya?” kataku ke Nadya. 
“Situ…” kata Nadya. Tapi baru berapa langkah menjauhi Nadya memanggil aku dan Isna. “Jangan!”
Isna dan Aku berhenti melangkah.
“Bukain pintu UKS duluuu,” kata Nadya kepada kami berdua.
Aku memasang wajah BT. Nyebelin banget sih ini orang… Pagi-pagi udah bikin ribet… Tahu begini mendingan aku melanjutkan perang dinginku sampai besok dan besok dan besoknya lagi! ><
“Eh ke Pak Tugi (guru Seni Budaya) aja yuk buat ngambil kunci ruang UKS,” ajak Isna ke aku.
Ternyata Isna berpikiran lain denganku. Ia justru lebih memilih menolong Nadya.
“Hhhh.. Iya,” ucapku. “Nad, lu mau di situ aja?” tanyaku ke Nadya.
Ia pun bangun berdiri dan ikut berjalan menuju ke ruang guru. Wah! Untung aja ada Pak Tugi, aku pun langsung mendekati guru tersebut dan bertanya, “Permisi Pak... Pak Guru pegang kunci ruang UKS enggak?”
“Oh yang pegang bukan saya. Tapi Pak Caslam,” jawab Pak Tugi.
Aku mendesah dalam hati. Ribetnya pagi ini! “Terima kasih, Pak…” kata Isna mewakili kami berdua.
Kami pun keluar dari ruang guru. “Kaga ada kuncinya, Nad,” ucapku ke Nadya yang baru saja kembali dari toilet. 
Belum sempat Nadya menjawab, tiba-tiba dari lapangan terdengar suara Pak Kartim. “Untuk anak yang belum berkumpul di lapangan, saya hitung sampai 10. Kalau tidak sampai di lapangan, saya suruh push-up.”
APAAA?!!!!!
Tanpa basa-basi lagi, aku dan Isna berlari ke lapangan. “Sial,” umpatku dengan kesal.
“5…”
Loh? Kenapa sudah sampai hitungan ke 5? Aku bahkan belum sampai di lapangaaan!!!
“6…”
“7…”
“8…”
Ugh sedikit lagi sampai di barisan kelasku…
“9…”
Aishhh… Kenapa kelasku harus berada di paling pinggir sih?!
“10!!!”
Fiuuuh… Akhirnya aku sampai di barisan kelasku. Aku menghembuskan napas paling lega. Paling tidak aku enggak perlu disuruh push-up pagi-pagi di depan umum. Itu enggak boleh terjadi! ><
“Nadya kenapa, Nan?” tanya Anggi kepadaku yang baris di depankuã…¡membuyarkan lamunanku.
“Sakit perut gara-gara halangan,” jawabku.
“Oh…”
Kukira pagi ini akan olahraga bersama, ternyata… ENGGAK! Pak Kartim mengumpulkan anak-anak dari kelas 7 sampai kelas 9 di lapangan hanya untuk memberikan pengumuman kalau pagi ini langsung jam pelajaran dan pelajaran terakhir diganti untuk bersih-bersih.
-____-‘ Hhhhhh… Padahal udah dibela-belain lari ke lapangan… Ya sudahlah… Enggak apa-apa…

**

Setelah apel selesai, aku dan teman sekelasku yang lain pergi Shalat Dhuha. Tapi sebelumnya, enggak sengaja aku ketemu Pak Ali lagi.
“Gimana si Nadya?” tanya Pak Ali.
“Di depan ruang guru, Pak,” jawabku.
“Itu ada Pak Caslam kalau mau ambil kunci UKS,” kata Pak Ali lagi.
Aku langsung menghampiri Pak Caslam yang kebetulan berada tak jauh dari tempatku berdiri. Setelah kunci ruang UKS sudah di tangan, aku pergi menghampiri Nadya lagi. (Dasar tukang bikin repot! -,-)
“UKS-nya udah dibuka tuh,” ucapku dengan wajah badmood.
“Oh ya?!” Nadya pun langsung ngacir ke ruang UKS. Sementara itu aku pergi ke Musholla untuk Shalat Dhuha.
Hhhh… Benar-benar pagi yang hilarious!

**

Hari Sabtu, jadwal pelajarannya hanya Matematika. 
2 jam berlalu, pelajaran Matematika telah berakhir digantikan jam kebersihan. Sebetulnya jam kebersihan lebih mirip jam kosong. Aku, Hani, dan Wury memilih pergi ke perpustakaan daripada bengong di kelas. Mereka pinjam buku sedangkan aku cuma numpang baca Buku ‘Koala Kumal’ ciptaan Raditya Dika di perpustakaan.
Pukul 10 pulang. Aku, Isna, dan Nadya berencana main di rumahku. Hehehe… Kita udah lama banget enggak main >< Di rumahku, sebenarnya kita enggak benar-benar main… tapi cuma nonton MV K-POP dan Naruto. (Kuanggap itu main :D)
Jam 12 tepat, Nadya dijemput. Isna juga ikut-ikutan pulang. Aku pun nganterin mereka sampai depan rumah.

**

Nah… Jadi begitulah akhir kisah dari ‘Fight With My Sister’. Perang dingin selama 9 hari itu pun berakhir. Awalnya memang sangat berbeda dengan rencanaku XD Hahaha...
Tapi sudahlah… Yang penting aku dan Nadya udah baikan lagi ;) Jangan ada pertengkaran lagi dengan saudara sendiri :D Hehehehe…

-END-

Family

Fight With My Sister

April 17, 2015

Fight With My Sister 



Kalian pernah enggak berantem sama temen sendiri? Pastinya pernah dong… Tapi pernah enggak kalian berantem hanya gara-gara masalah keciiil dan berlanjut-lanjut sampe lebih dari 1 minggu?
Dan inilah yang lagi kualami dengan sahabatku sekaligus saudara sepupuku sekaligus teman sebangkuku di kelas (kebanyakan sekaligus, nih…) Ini memang terdengar kekanakan, tapi aku emang masih anak-anak kok!
Semua ini bermula di suatu pagi yang tak terlalu cerah pada tanggal 8 April 2015…

Rabu, 8 April 2015

Seperti biasa aku berangkat sekolah jam 7 kurang 15. Aku suka waktu yang pas-pasan kalau berangkat sekolah, biar sampai di sekolah ga perlu nunggu bel masuk lagi. Walau udah berangkat di waktu yang pas-pasan, masih aja ada waktu longgar.
Pelajaran pertama hari itu adalah Matematika. Di sekolahku ada aturan, sebelum pelajaran Matematika harus Shalat Dhuha. Berhubung waktu itu aku lagi halangan, aku pun duduk di kelas menunggu teman-teman lain pergi ke Musholla untuk Shalat Dhuha.
Enggak lama kemudian, temen-temen balik dan pelajaran Matematika pun dimulai.
Aku agak deg-degan, aku takut banget nilai US Matematika bakal dikasih tahu karena hari itu adalah hari pertama masuk setelah Ujian Sekolah. Untungnya enggak :D Hehehehe… Aku pun bersyukur dalam hati.
Setelah Pak Ali (nama guru Matematika-ku) selesai bicara beberapa patah kata, Pak Ali ngasih tugas mengerjakan soal di LKS Prediksi. Aku pun mengerjakan soal itu, tapi baru mengerjakan 2 soal, ada soal yang membuatku bingung. Daripada pusing sendiri, mending nanya temenku yang pinter Matematika, namanya Hani. Dia bahkan pernah ikut Olimpiade Matematika loh :D
“Hani,” panggilku ke Hani yang duduk di belakangku. Dia termasuk teman dekatku. “Cara nomor 7 gimana?” tanyaku.
“Cari bunganya dulu,” jawab si Hani.
Soal itu emang menanyakan tentang tabungan awal. Pasti kalian tahu ;D
“Oh…” Aku menurut dan langsung mengambil pensilku. Aku mengerjakan soal itu bukan di mejaku, tapi di mejanya Hani. Emang biasanya gitu. Makanya kalau pelajaran Matematika, mejaku selalu bersih sedangkan mejanya Hani… berantakan. Hahahaha… “Lah? Cari bunganya gimana, Han?” Aku nanya lagi.
“9 per 12 kaliin 12 persen,” jawabnya.
“Ohoke.” Aku manggut-manggut sambil asyik mengerjakan. “Terus?”
“100 per 100+9 kaliin uang sekarang,” jawab Hani dengan sabar. Hehehehe…
“Oke oke. Makasih Haniii~~~” ucapku sambil tersenyum manis (?) ke Hani. Kekekeke~
Aku pun melanjutkan soal itu di mejaku sendiri, tapi 2 soal berikutnya, aku bingung lagi! (Kebanyakan bingungnya nih anak -_-)
“Haniii! Ini caranya gimana?” tanyaku.
“Aku juga bingung,” jawab Hani.
Eh ternyata dia juga bingung…
“Aku tahu!” Wury yang merupakan teman sebangku Hani menyahut. “Mungkin ini cari S10nya!”
“Loh? Kok bisa?” ucapku.
“Kan bedanya 2, terus a-nya 1,” jelas Wury.
“Bukan U10?” tanya Hani ikut-ikutan.
“Bukan,” jawab Wury.
“Aku enggak percaya,” ucapku sambil mengerutkan kening. “Kok bisa-bisanya a-nya 1?” Aku mulai berdebat.
“Kalian debatin apa siiih?” Kali ini Nadya (teman sebangkuku) ikutan ngomong.
“Nomor 9, Nad,” jawab Hani.
“Kayaknya yang 1 itu bukan a-nya deh,” ucapku. “Mungkin itu U keberapanya.”
“Iya mungkin,” kata Hani menyetujui pendapatku.
“Eh enggak…” kata Wury.
“Kupikir kita lagi nyari U ke 10-nya.” Aku masih berdebat dengan Wury.
“Aku… Setuju sama Wury…” kata Hani setelah membaca soal nomor 9 itu dengan seksama.
Aku agak kesel, kenapa 2 anak ini enggak mau menyetujui pendapatku? “Aku gak yakin itu nyari S,” kataku.
“Pokoknya cari S10,” kata Hani bersikeras. Sementara itu Wury mulai bingung dengan soal itu. Ia jadi enggak yakin dengan caranya tadi. “Iya mungkin, kita cari U-nya…”
“HHHH… Kenapa sih kalian enggak dengerin aku?!” Tiba-tiba aja Nadya ngomong begitu.
Aku, Hani, dan Wury langsung ngeliat ke arah dia. “Apa?” tanya Hani tapi Nadya enggak menjawab. Tiba-tiba ia menjauhkan bangkunya dari bangkuku.
“Apaan sih, Nad?” tanyaku agak kesel.
Dia enggak ngejawab. Dia justru pura-pura ngerjain soal, sok serius.
“Aishhh… Sorry. Tadi aku lagi berdebat sama Hani-Wury. Jangan kacangin aku dong,” ucapku. Tapi dia tetap diam.
Aku menghembuskan napas dengan kesal. “Ya udah!” Aku juga bisa mendiamkan dia. Yang penting aku udah minta ma’af. Biarin aja dia.

**

Jam pelajaran berlanjut, ia mau ngomong sama Hani dan Wury lagi. Tapi enggak ke aku. Agak kesel juga sih… Padahal, aku udah minta ma’af…
Tapi biarin ajalah… Hhhh…

**

Jum’at, 17 April 2015

Kembali ke waktu sekarang. Jadi, itulah asal mula aku sama Nadya masih perang dingin sampe sekarang. Bener kan? Masalahnya sepele? Cuma gara-gara ‘gak sengaja’ omongan Nadya enggak kutanggapi waktu itu. Hhhh… Enggak betah juga sih kayak gini… Aku jadi enggak bisa curcol ke dia. Padahal biasanya aku selalu curcol atau ngobrolin tentang K-POP sama dia.
Tapi aku juga kesel >< Aku pengen dia duluan yang mengakhiri perang dingin ini. Coba deh sekali-kali dia yang mengalah. Dulu aku juga pernah ngalamin hal kayak gini sama Nadya. Bahkan 2 kali! Yang pertama terjadi tahun lalu dan perang dinginnya hanya berlangsung beberapa menit. Yang kedua… terjadinya aku lupa kapan. Yang jelas aku juga perang dingin sama Nadya selama 4 hari.
Ini rekor! Aku udah gak ngomong sama dia selama 9 hari! Padahal, aku sebangku sama Nadya!
Memang sih, dalam Agama enggak boleh bermusuhan dengan sesama saudara. Selain jadi temen deketku, Nadya juga saudara sepupuku. Tapi…


Ah sudahlah… Nanti juga baikan lagi… Walaupun enggak tahu kapan…