Dissolve [1/2]

November 26, 2023

Part 1

 

2017

Ia yakin tak mungkin ada seseorang yang akan menemukannya di taman hiburan yang ditinggalkan ini. Taman hiburan ini sebenarnya restricted area, tapi ia menemukan celah untuk masuk ke dalam areanya dan semenjak saat itu, ia selalu pergi ke tempat ini saat ia ingin menyingkir dari hiruk pikuk dunia.

Urban legend mengatakan kalau taman hiburan ini berhantu. Konon, pernah terjadi kecelakaan akibat kerusakan roller coaster yang menjadi daya tarik taman hiburan tersebut. Seseorang terluka parah waktu itu. Sering terdengar desas-desus kalau kerusakannya bukan karena masalah teknis seperti yang diberitakan dalam breaking news.

Pemuda itu tidak peduli. Ia tetap datang ke lokasi taman hiburan yang sudah berkarat itu. Ia menyukai keheningan aneh yang menyelubungi lokasi itu. Suasananya yang suram seperti mewakili perasaan hatinya. Ia menemukan tempat ini setelah ia dikeluarkan dari penjara di bawah umur dua tahun yang lalu.

Semenjak saat itu, setiap kali pikirannya kalut, ia selalu pergi ke tempat ini.

Sudah dua tahun ya, pikirnya seraya berjalan menyusuri area yang dulunya penuh warna dan keramaian manusia. Sekarang taman hiburan itu lebih mirip dengan sarang hantu. Dengar-dengar, tempat itu memang berhantu.

Persetan dengan hantu.

Sejatinya, ia memang tidak pernah merasa takut. Bukan karena ia pemberani, tapi karena ia sudah melewati berbagai macam ketakutan. Ia tahu bagaimana caranya bertahan melewati perasaan mencekam itu.

Dalam hening, ia berbaring di atas satu-satunya bangku panjang yang belum lapuk. Bangku tersebut berada di dekat wahana komedi putar yang warnanya sudah pudar dan kuda-kudanya sudah lepas dari tiangnya.

Lintingan rokok terselip di antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Perlahan ia menghisap rokoknya dan membiarkan efek nikotin menenangkan pikirannya. Kedua manik matanya yang berwarna hitam menatap langit kelabu di atas sana. Hujan badai sepertinya akan turun.

Suara langkah kaki seseorang tiba-tiba mengusik ketenangannya. Namun, ia bergeming di posisinya. Ia menghela napas panjang. Asap menyeruak keluar dari paru-parunya.

Tak mungkin ada seseorang menemukanku di tempat terbengkalai ini.

Tapi seseorang berdiri di sana.

“Dia sudah pergi. Kau benar-benar tidak ada hati untuk mengantar kepergiannya,” ucap suara seorang gadis dengan nada dingin.

Hugo, nama pemuda berusia 19 tahun itu, perlahan bangun dan duduk menghadap penyusup yang sudah berani mengusik ketenangannya. Ternyata temannya yang datang.

“Dia tahu kau sering ke sini, Hugo,” kata Kara, nama si penyusup, dengan nada getir. “Jangan kira dia tidak mengamatimu pergi ke sini setiap kali kau selesai mengacau.” Aliran udara dingin berembus meniup rambut panjangnya yang digerai.

Hugo menatapnya dengan sorot mata kosong. Ekspresinya tampak datar meskipun badai berkecamuk dalam benaknya. Perasaan bersalah menggelayuti dirinya. Tapi tidak ada lagi yang bisa diubah. Semuanya sudah berakhir.

My connection with her is already over.”

I know. But she doesn’t think the same way because you left her without words. Honestly, kau tidak pantas mendapat perhatiannya dan aku tak sudi datang ke sini. Tapi dia menitipkan pesan.”

Kara menyodorkan sebuah amplop putih ke wajahnya. Dengan enggan, Hugo menjulurkan tangan untuk menerima surat itu. Entah kenapa lembaran kertas itu terasa berat di tangannya.

“Sudah? Itu saja?” tanyanya ketika menyadari sosok di hadapannya tak juga pergi.

I have to witness you reading her letter.” Kara menatapnya dengan sorot menuntut. Ia terlihat sangat galak.

You can tell her, kau sudah melihatku membaca suratnya.”

Kara menggeram. Kali ini ia menumpahkan kalimat yang sejak semalam tertahan dalam dirinya. Ia tak rela melihat sahabat satu-satunya patah. Azel is her only best friend and she would fuck anyone who dare to mess up Azel’s feelings.

 “Aku benci bertanya soal ini. But why did you left her? She fucking adores you and loves you. If you know the end is gonna be like this, you shouldn’t have come to her life at all. And the way you end your relationship is shit. You are such a fucking asshole.” Manik mata Kara tampak berapi-api ketika ia menumpahkan kemarahannya.

Sementara itu, Hugo tampak setenang air. “Kau pikir aku mau meninggalkannya begitu saja? I am so fucking aware I am an asshole and she deserves someone better who is not a fucking ex-criminal,” ucapnya dengan nada dingin yang mengancam. Tak ada riak emosi dalam suaranya. Namun, setiap kalimatnya menyimpan penyesalan dan rasa bersalah yang berlarut dalam dirinya.

Tiba-tiba hujan turun dengan deras dan membasahi amplop berwarna putih yang belum sempat dibuka itu.

Kara menggertakkan giginya. Ia teringat pada sahabat satu-satunya yang jatuh cinta pada laki-laki yang berada di hadapannya. Azel, kenapa kau jatuh cinta pada manusia urakan yang satu ini?

You fuck with her feelings. She always tells me, she loves and wants to accept you as you are, Hugo, but would you have been willing to listen to her?”

Hanya terdengar suara hujan dan gemuruh petir di atas sana.

Your answer is no, right? You never listened to her.

Gadis itu menatap Hugo dengan penuh kebencian.  Kau lebih baik enyah,” ucapnya dengan nada final. Lalu ia berbalik arah dan berjalan menjauhi Hugo yang termenung di tengah-tengah tempat terbengkalai itu.

Terbengkalai. Kata itu entah kenapa cocok dengan dirinya. Ia hidup terbengkalai sama seperti taman hiburan ini. Namun sekarang justru dirinya menyia-nyiakan perasaan seseorang yang ditujukan kepadanya.

Hugo memandangi Kara sampai hilang dari pandangannya sementara pikirannya berkelana. Ia seharusnya menemui Azel sekali lagi. He wanted to fix everything. He fell too hard for her.

Di lain sisi, ia ingin Azel membencinya setengah mati. Ia ingin Azel melupakannya dan menganggap pertemuan mereka tak pernah terjadi di masa lalu. Ia ingin mereka kembali menjadi dua orang asing yang tak pernah bertaut.

Namun, Hugo memandang amplop putih yang sudah basah itu. Lalu ia merobek ujungnya untuk membaca kertas yang ada di dalamnya. Ia menarik kertas yang dilipat tersebut. Tulisan tangan yang kecil dan rapih itu langsung terlihat. Meskipun air hujan mulai mengaburkan tintanya, Hugo tetap mampu membaca tulisan Azel.

 

Dear Hugo,

I know I can text you and I know this letter sounds so cheesy.

But I want to tell you through my writing (because I know you’ve been avoiding me these past two weeks). You are not defined by your past. You have the most intelligent mind… I know you can do something great for yourself and for people around you.

I adore you.

I admire you, Hugo, that it hurts.

Please survive ‘till we could meet again.

I hope our last conversation doesn’t mean we’re getting over.

 

X

Azalea 

 

Hugo meremukkan kertas itu. Ia ingin Azel membencinya bukan mengharapkannya hubungan mereka tetap terjalin. Ia berharap yang tertulis dalam surat itu adalah Azel yang membenci dirinya. She deserves someone else better. She has future and everything, but he couldn’t give back something to her.

Dalam diam, ia duduk di bangku panjang itu tanpa mempedulikan air hujan yang mengguyur tubuhnya. He messed up a girl she loved so much. At the same time, he realized he couldn’t imagine falling for someone else.

Ia memandang surat yang sudah menjadi buntalan kertas remuk itu. Ia ingin mendengar Azel berkata bahwa ia menerima dirinya yang penuh cela. Ia ingin mendengarkan suara Azel yang menenangkannya. Ia ingin mendengar tawanya lagi. Ia ingin mendengarnya membicarakan hal-hal yang membuat mata indahnya berbinar-binar.

Tiba-tiba pertanyaan Kara terngiang dalam kepalanya. “Would you have been willing to listen to her?” Jawaban yang benar adalah ya. Ia selalu mendengarkan Azel.

Namun ia selalu tak pernah mendengarkan dirinya sendiri.

to be continue

next part

drop your comment below
https://curiouscat.live/revveries


You Might Also Like

0 comments