Monster

November 21, 2023

      


Dingin

Gelap. 

Sunyi.

Hampa.

Ia terus melangkah meskipun tungkainya menjerit ingin berhenti. Kedua kakinya terus melangkah di atas jalan setapak yang diselimuti salju tipis. Uap putih menyeruak keluar dari mulutnya. Udara dingin menusuk paru-parunya. 

Berulang kali ia menoleh ke belakang. Khawatir akan ada sosok atau makhluk lain yang mengikuti atau mengejarnya. Jika ada yang mengejar, ia tak mungkin bisa lari cepat dengan beban berat di punggungnya. 

Archie, nama pemuda itu, kembali menatap jalan setapak di depannya setelah memastikan tak ada siapapun yang mengikutinya. Ia harus segera menemukan desa, perkampungan, atau tempat apapun yang berpenghuni untuk mencari pertolongan—tak peduli apakah desa itu akan menerimanya atau tidak.

Seandainya kemampuanku adalah healing dan bukan teleportasi yang tak berguna, ucapnya dalam hati. Sudah berkali-kali ia menggunakan kemampuan teleportasinya semenjak mereka berhasil melarikan diri dari kastil terkutuk. Namun, ternyata kemampuannya punya batas. Semakin sering digunakan dalam jangka waktu singkat, semakin pendek jarak yang bisa ditempuhnya dengan teleportasi. 

Mungkin sudah dua puluh kilometer yang ditempuhnya berkat bantuan kemampuan ganjilnya. Pemuda itu tak juga menemukan tanda-tanda kehidupan. Hanya ada pohon-pohon beranting tanpa daun dan padang salju sejauh mata memandang.

Ia memejamkan matanya sekali lagi sambil membayangkan wilayah pedesaan atau perkampungan—berharap saat ia membuka mata, ia akan menemukannya. Dalam waktu sekejap, tubuhnya menghilang dan muncul di tempat yang berbeda.

Namun, langkahnya goyah saat kakinya berpijak di tempat yang baru itu. Perlahan ia merasakan cairan hangat mengalir dari hidungnya. Kepalanya sakit luar biasa. Sekujur tubuhnya lelah terus-menerus berjalan di atas lapisan salju. Tanpa disadarinya, ia jatuh berlutut di atas tumpukan salju yang semakin tebal.

Ketika ia mendongak, ia menyadari bahwa tak banyak perbedaan dari tempat sebelumnya. Padang salju tak terbatas. Langit tak terbatas. Bulan purnama yang bulat sempurna. Dan... Aurora borealis. Yang berbeda hanyalah pemandangan cahaya berwarna tanqueray di atas sana. Ia memandang pemandangan menakjubkan itu selama beberapa saat.

Pancaran cahaya aurora tampak seperti tabir yang dibentangkan di angkasa. Pendaran cahayanya bergerak secara perlahan dan tenang. Warna tanqueray tampak sangat kontras dengan langit malam yang sewarna tinta. 

“Alta, you got to see this,” bisik Archie pada gadis albino di punggungnya. Tetapi mata gadis itu tertutup. Pipinya tampak memerah karena kedinginan. Terdengar napasnya yang pelan di tengah kesunyian itu. 

Archie memejamkan matanya lagi dan memproyeksikan dirinya berpindah lokasi ke tempat yang berpenghuni. Detik berikutnya ia terlempar ke tempat yang tidak jauh dari titik sebelumnya. Bahkan ia masih bisa melihat samar jejak jatuhnya. 

Darah mengalir deras dari hidungnya. Ia sudah mencapai limitnya. Ia mendongak menatap pendar cahaya kehijauan yang terlihat sangat mudah tergapai itu. Lalu, ia melihat seekor gagak terbang berputar-putar di atasnya. Wajahnya langsung pucat pasi.

Burung gagak itu mendarat di atas tanah bersalju. Menit berikutnya, Archie melihat burung gagak itu bertransformasi menjadi sosok pria dewasa bermantel hitam. Sosok itu bergerak mendekati mereka. Tak lama kemudian, kawanan gagak yang lain menyusul gagak pertama. Suaranya yang ribut memecahkan kesunyian malam.

Detik berikutnya, seseorang meniupkan serbuk berkelap-kelip yang membuat Archie langsung tenggelam dalam lubang gelap dalam pikirannya. 


Ketika membuka matanya, pemuda itu melihat dirinya terbangun di atas lantai batu pualam. Sinar bulan yang pucat menyelinap masuk melalui kaca mozaik yang menghiasi dinding ruangan itu. Sinar beraneka warna akibat dispersi cahaya pada mozaik kaca menyirami dirinya.

Ia langsung bangkit berdiri dan melihat perkumpulan orang-orang berjubah hitam melingkari sebuah altar. Meskipun pandangan matanya masih buram akibat serbuk misterius, kedua manik matanya yang berbeda warna mampu melihat seorang gadis albino telentang di tengah lingkaran itu.  Teror langsung menyerangnya.

“HENTIKAN!!!!” teriak Archie seraya menerjang lingkaran tersebut dan berusaha melindungi Altaluna.

“Kau akan jadi selanjutnya,” kata salah seorang dari kumpulan orang-orang bertudung itu yang bertubuh paling besar, lantas ia menarik tangan Archie dengan kasar untuk menyeretnya pergi dari lingkaran tersebut. 

Tubuh Archie diseret kasar agar menjauh lalu dilempar ke antara barisan bangku-bangku panjang di ruangan tersebut. Kepalanya membentur ujung bangku. Namun, ia melihat Altaluna—nama gadis albino tersebut—disentuh oleh mereka. Kemudian, tubuh gadis itu melayang dan berpendar-pendar. Mereka mengucapkan mantra. Entah mantra apa yang mereka ucapkan. 

Archie sudah akan menerjang lingkaran kultus gila itu namun tangan seseorang membekap mulutnya dan menahan tubuhnya dari belakang.

“Gadis itu akan bebas dan tak ada lagi darah monster seperti kalian di muka bumi ini,” ucap orang yang membekapnya. Suara seorang laki-laki. Nada suaranya penuh intimidasi dan kebencian. 

Archie menggigit keras tangan sosok misterius itu hingga sosok itu mengaduh dan  melepas tangan kirinya yang membekap mulut Archie. “Kalian yang monster pembunuh,” geram Archie. 

Lalu, ia berlari di antara deretan bangku. 

Altaluna sudah melayang setinggi dua meter dari atas lantai. 

Entah kenapa tiba-tiba tubuh Archie tak bisa digerakkan sama sekali. Ia berusaha menggerakan tangan dan kakinya, namun sekujur tubuhnya kaku. Darah dalam dirinya seperti dikendalikan oleh seseorang. Orang itu. 

You’ll watch carefully how your kind will perish.” 

“Kalian juga sama denganku,” kata Archie—teringat pada burung gagak yang mampu berubah menjadi manusia. Mereka juga memiliki kemampuan supernatural. 

“Kita mungkin mirip.” Sosok itu berkata sinis. “Tapi kami bukan monster abadi seperti kalian. Kalian adalah hama dan sudah sepantasnya dibasmi.”

Archie menggigit bibirnya saat sosok itu berkata seperti itu. Monster. Mereka memang monster yang tidak bisa mati seberapa keras di berusaha mencelakai dirinya. Dulu legenda mengatakan kalau kaum pemilik kemampuan supernatural seperti mereka adalah penghancur. Namun, hanya pemilik kemampuan destruktif yang menjadi penghancur. Selebihnya bukan penghancur.

Ia tak mengingat bagaimana dirinya lahir di dunia. Yang ia ingat hanyalah dirinya sudah berada di dunia sejak ratusan tahun yang lalu. Ia melihat bagaimana para pemilik kemampuan destruktif menghancurkan desa dan keluarganya. 

Mata Archie terarah pada pemandangan di depannya.

Tubuh Altalune melayang semakin tinggi dan tubuhnya semakin transparan. 

Archie tak mau kehilangan lagi. Terlalu banyak kehilangan. Manusia yang ia pikir bisa menjadi teman pada akhirnya hilang. Kaumnya mulai pudar dari dunia ini. Saat ini, ia hanya punya Altaluna yang ia anggap seperti adik sendiri dan ia rela mati untuknya.

“Tidak semua kaum kami memiliki kemampuan destruktif,” ucap Archie. Lehernya terasa tercekik. Meskipun ia kehabisan napas pun, ia tak akan bisa mati. Jenis monster sepertinya hanya bisa mati dengan syarat-syarat tertentu. 

“Monster tetaplah monster," balas sosok misterius yang berpakaian serba hitam tersebut.

Have you ever seen a monster begging for its life?  Pleaseset me free,” ucap Archie susah payah. Suaranya tercekat karena cengkraman tak kasat mata di lehernya terasa semakin kencang. “We’renotdestroyers.”


Alta. 

ALTAAAAA!!!!


Archie berteriak memanggil nama Alta dalam pikirannya sementara gadis yang aslinya berusia ratusan tahun itu melayang semakin tinggi hingga mencapai langit-langit yang tinggi. 

Lalu, tiba-tiba bangunan itu bergetar hebat seolah ada gempa. Langit-langitnya retak. Terdengar gemuruh memekakan telinga. Lingkaran itu pun putus karena para penyihir bertudung itu spontan memegang kepala untuk melindungi diri. Beberapa bahkan ada yang bertransformasi menjadi gagak.

Ritual berhenti.

Pendaran cahaya di sekitar tubuh Altaluna menghilang dan gadis itu langsung jatuh bebas dari ketinggian lima meter. Archie muncul di bawahnya tepat waktu dan menangkap tubuh gadis itu. Tubuh Altaluna hangat—pertanda masih ada kehidupan di dalamnya. 

Gemuruh semakin terdengar. Retakan muncul saling silang di langit-langit bangunan. Lalu, langit-langit itu runtuh. Runtuh begitu saja. Begitu pula dindingnya. Batu-batu yang menjadi bahan pembangun kastil berjatuhan dan menimpa sekumpulan orang-orang bertudung itu. 

Semua bagian dari kastil itu hancur, kecuali altar tempat Archie mendekap tubuh Altaluna. 

Beberapa menit kemudian, getaran hebat berhenti. Debu-debu berterbangan. Kastil terpencil dan tersembunyi itu pun hancur dan rata dengan tanah. 

Hancur lebur.

Tak ada yang tersisa.

Kini Archie berdiri di tengah puing-puing reruntuhan kastil. Ia tak berani membuka mata. Tetapi ia yakin langit, bulan purnama, dan aurora borealis menjadi saksi dirinya menghancurkan kastil itu.

Senyap. 

Tak ada lagi suara mantra-mantra dibacakan. 

Tak ada lagi kastil misterius yang menjadi tempat kaumnya dieksekusi mati. 

Archie menghela napas. Darah bercampur air mata menetes dari hidungnya ke pakaian putih yang dikenakan Altaluna. 

Entah sejak kapan ia terisak karena menyadari sesuatu yang baru dalam dirinya sejak ia lahir ke dunia. 

Altaluna mengerjapkan matanya perlahan menampakkan manik matanya yang berwarna merah karena tidak ada melanin di iris matanya. Ia tampak sepucat bulan purnama di atas langit. “Archie?”

Mata Archie yang tertutup selama proses penghancuran itu terjadi kini terbuka. Iris matanya yang berwarna biru laut dan kuning amber berbinar di bawah pendar cahaya aurora. “Akhirnya kau sadar, Alta,” bisik Archie. 

“Tapi kakiku mati rasa,” balas Altaluna. 

Archie mendudukan Altaluna di atas puing-puing. Mereka duduk di tengah reruntuhan yang luas. Sungguh aneh. Altaluna tak mengerti bagaimana mereka bisa berada di tengah kastil yang hancur. “What just happened?

“Kita bebas,” jawab Archie. 

Altaluna tersenyum hangat. Meskipun usia mereka tak berbeda jauh dan sama-sama sudah melewati angka seratus, Altaluna selalu menganggap Archie sebagai kakaknya. “Kita bisa hidup tenang setelah ini.”

Archie mengangguk. Tersenyum. Senyum yang jarang ia tunjukkan pada siapapun.

Tetapi semenjak hari kebebasan mereka, ada sesuatu yang disembunyikan dalam hati Archie yang tak terbaca oleh siapapun dan selalu berusaha ia tolak mentah-mentah. Ia denial terhadap dirinya snediri.

Ternyata ia sudah berbohong pada sosok penyihir misterius itu. 

Penyihir itu benar. 

Sesungguhnya dia adalah monster dan di hari itu ia tersadar bahwa kemampuannya bukan hanya teleportasi. 

Dia adalah bagian dari kaumnya yang memiliki kemampuan destroyer. 


finn


You Might Also Like

0 comments