Catatan

Maret 29, 2021

 Yup. Siapa yang tiba-tiba dapet ide buat ngelanjutin cerita yang kubuat tahun 2017 dan terakhir update tahun 2019? AKU. HAHAHA.


Kayaknya otakku lagi terlalu aktif akhir-akhir ini. Jadi, aku lanjut menulis < Forgive Me > lagi. Tiba-tiba aku kepikiran OC-ku yang bernama Leo. Makanya, aku pengen lanjutin lagi ceritanya. Ceritanya bisa dibaca di postingan sebelum ini~ 

Original Story

Forgive Me [PART 6]

Maret 29, 2021

1 Februari 2018

 

“Jeff!” panggil Nathan ketika melihat Jeffrey sedang berjalan menuju kelas. Kelas mereka berjarak cukup jauh, tapi pagi itu Nathan sengaja melangkahkan kakinya menuju kelas Jeffrey. “Pulang sekolah nanti kita harus ke rumah Leo. Dia sakit.”

 

Jeffrey menatap cowok yang lebih pendek itu. Wajahnya menyiratkan tidak persetujuan. “Enggak. Nanti aja jam 9.”

 

“Hah? Bolos maksud lo?” kata Nathan.

 

“Iya lah,” jawab Jeffrey santai. Ia memang sudah biasa membolos kelas untuk pergi ke kantin. Ia pikir Nathan akan menolak usulannya tapi—

 

“Oke. WA gue sebelum jam 9.”

 

Jeffrey melongok. Apa ia enggak salah dengar? Seorang Nathan melanggar peraturan sekolah dengan mudahnya? Bel sekolah tiba-tiba berbunyi. Jeffrey segera sadar dari kagetnya. “Ketemuan di parkiran belakang ya,” ucapnya.

 

Nathan mengangguk mantap. Ia pun segera balik badan menuju kelasnya yang berada di gedung lain.

 

**

 

Nathan belum pernah bolos sebelumnya. Ia berulang kali mengecek jam yang ada di atas papan tulis dan berulang kali berpikir bagaimana caranya menyelinap dari kelas Fisika yang diajar oleh Pak Doni.

 

“Anak tuli itu beneran sakit jiwa ya?”

 

Tiba-tiba Nathan mendengar anak di belakangnya mengobrol di tengah pelajaran. Kebetulan Pak Doni lagi keluar sebentar buat ambil buku yang ketinggalan di ruang guru.

 

“Kenapa sekolah kita nerima dia?”

 

“Ga tau… Tapi aku pernah ngobrol sekali ke dia dan dia engga keliatan sakit jiwa,” jawab cewek pertama yang membuka obrolan itu.

 

“Kadang orang sakit jiwa emang sering ga keliatan,” sahut teman sebangkunya sambil mencontek tugas matematika yang belum selesai ia kerjakan.

 

Nathan menahan kesal ketika mendengar obrolan itu. Teman-teman sekelasnya kenapa percaya pada omongan Theo di lapangan waktu itu? Harusnya mereka sadar kalau Theo hanya memprovokasi agar semuanya berpikiran negatif tentang Leo.

 

“Eh Nat, kamu temenan sama anak tuli itu kan?”

 

“Namanya Leo,” sahut Nathan jengkel.

 

“Nah itu. Dia emang gila ya?”

 

Nathan memutar bola matanya. “Enggak. Kalian yang gila karena percaya mentah-mentah ucapan Theo.”

 

“Ealah Nathan.”

 

Jam setengah sembilan. Nathan mengecek handphone-nya diam-diam karena Pak Doni sudah kembali ke kelas. Matanya terlihat berkeliling ke arah anak-anak kelas XI IPA 1. Beliau paling tidak suka kalau ada murid yang bermain HP di kelasnya.

 

Jeff

Kuy

 

Nathan

Elah. Masih jam 9.24

 

Jeff

Bosan tau mapel sjerah.

 

Nathan buru-buru menyembunyikan handphone-nya di bawah meja ketika Pak Doni melihat ke arahnya. Ia segera mengambil pulpennya dan pura-pura mencatat papan tulis. Ah sial. Kenapa harus bolos di pelajarannya Pak Doni?

 

**


Lost Interest At Everything

Maret 21, 2021

 Is it normal to have no interest at everything anymore? I’ve been lack interest at everything right now. I am still doing my duties or things I have to do. But, I am just having no interest to like something.

 

Apakah normal kalau aku terus-menerus punya perasaan seperti ini? Kadang rasanya kayak jadi daging yang dikasih nyawa karena engga punya interest apa pun. Rasanya kayak ngejalanin pesawat mode auto-pilot. Badanku gerak sendirinya secara normal, lalu aku diam di dalam pikiranku atau kadang aku berkelana jauh dari badanku.

 

Aku masih berinteraksi dengan orang-orang—dengerin ucapan mereka, menanggapi secarawa wajar, bertingkah layaknya manusia normal—tapi aku engga ada di dalam tubuhku. Aku engga tau di mana, melayang jauh, melihat diriku yang bergerak seperti biasanya.

 

Kedengeran kayak orang gila ya? Engga juga sih. Aku masih waras kok. Aku masih bisa berpikir rasional walau kadang emang banyak pikiran irasional hilir mudik di kepalaku. Tapi itu biasa aja. Aku masih bisa berfungsi layaknya manusia normal—cuma engga punya perasaan aja.

 

Mungkin penyebabnya aku terlalu banyak menekan keinginanku buat berbicara atau memiliki sesuatu sampai akhirnya perasaanku mati perlahan-lahan. Aku sering berhenti berbicara di tengah ucapanku karena tiba-tiba otakku bilang, “Berhenti bicara. Ucapanmu engga penting.” Aku langsung diam dan buat keadaan di sekitarku canggung.

 

Satu-satunya media aku bisa berekspresi cuma lewat tulisan. Untungnya, aku masih bisa menulis buat menuangkan pikiranku. Aku masih bisa senyum dan ketawa walaupun rasanya senyum dan ketawaku terasa otomatis karena aku butuh bereaksi pada orang yang berinteraksi denganku.

 

Aku engga jadi palsu. Bukan itu. Aku cuma lagi dalam mode auto-pilot. Sekarang, aku memang kehilangan minat pada banyak hal. Aku lagi engga pengen nge-hype apa pun saat ini, lagi engga pengen ngerasain excited. Walaupun kadang aku pengen ngerasain hidup yang bener-bener hidup... Aku keseringan menahan perasaan itu, sampai akhirnya aku engga punya minat lagi buat ngerasain excited atau seneng nge-hype sesuatu.

 

Walaupun aku lagi engga bisa ngerasain apa pun, aku berterima kasih ke kemampuan maladaptive daydreaming-ku. Aku bisa ngebayangin hal-hal yang bikin aku seneng atau aku bisa manipulasi pikiranku sendiri biar punya kenangan yang bikin aku seneng. Kadang di tempatku PKL, aku sering pas lagi melakukan sesuatu, aku melihat hal yang berbeda dari kenyataan. Aku bikin alternative universe-ku sendiri di mana aku bikin tokoh-tokoh buatanku sendiri dan ngebayangin setiap scene-nya. Berkat dunia paralel-ku itu, aku bisa terdorong buat melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan orang normal.

 

Jadi, begitulah. Sekian. Aku juga engga tau aku ngomong apa. Aku lagi berusaha membangkitkan minat aja karena sebetulnya aku capek ketika lost interest pada apapun.

 

Note For Myself

Maret 17, 2021


As you can see, I haven't edited my blog for such a long time. I think I have to remove the popular post widget because it's kinda cringe to see my ancient post being there. So, I just want to update my lay out blog but I still haven't got any ideas about the design because currently there are too many things in my head. 

Yes, I have always too many ideas when I am busy. 

Oh anyway, I also never edited my About Me page and I'm still written as high schooler there (lmao). After years, I just realize I never re-write my profile page. 

That's another note for me. This is the list I have to edit:

  1. My lay out blog (maybe I will also change the theme)
  2. My "About Me" page

FYI, right now I am a senior year college student and currently writing my thesis. While writing my thesis, I also get many ideas to write fic... Perhaps my brain is so active so that it produces many ideas. 

So, yeah. I think that's all I want to say here. Enjoy reading my blog! 




Lain Kali

Maret 13, 2021

 Lain Kali




 

Matahari mulai tenggelam di ujung Barat. Cahayanya yang berwarna oranye berpendar menghiasi langit. Suasana pantai sore itu cukup sunyi karena hari itu bukan akhir minggu. Suara ombak menjadi satu-satunya pemecah keheningan di antara mereka berdua.

 

“Makasih ya udah ngajak kabur ke pantai,” ucap perempuan itu sambil melangkah dengan riang di atas pasir dengan kaki telanjang. Namanya Nala—pecinta laut sejak kecil.

 

Laki-laki yang berdiri tak jauh darinya tersenyum memperhatikan perempuan itu. “Hati-hati kena ombak,” serunya dan benar saja gelombang ombak datang mengenai kaki Nala.

 

Perempuan itu tersenyum. Ia sudah lama tidak pergi ke laut dan ia sangat rindu pada ombak. Entah sudah berapa tahun sejak ia bertemu laut. Semenjak kuliah, ia tidak pernah lagi bepergian karena banyak hal menyita perhatiannya. Kuliah, organisasi, masalah keluarga. Ia sudah lama tak pernah pergi melihat dunia. Beberapa saat kemudian, Nala menoleh ke arah Joe—nama laki-laki yang sedang berdiri memperhatikannya. “Kenapa Joe?” tanyanya sambil berjalan mendekat. Ia terlalu tenggelam dalam pikirannya sampai lupa kalau ada seseorang di dekatnya.

 

“Enggak apa-apa, cuma lagi menikmati suasana aja,” jawab Joe sembari tersenyum. Ia memang sedang memperhatikan ombak yang datang silih berganti tapi sebenarnya ia juga beberapa kali memandang Nala. “Sepertinya kita harus lebih sering kabur.”

 

Nala tertawa renyah. Ia suka ide itu. “Lain kali kita kabur lagi ya.”

 

Sore itu mereka habiskan di pinggir pantai. Sejenak, mereka melupakan sedikit masalah mereka. Mereka mengobrol tentang banyak hal, membicarakan tentang masalah kuliah, pekerjaan, dan segala hal yang dirasa perlu mereka update setelah berminggu-minggu tidak bertemu. Joe memang akhir-akhir ini sibuk dengan pekerjaannya, tapi bertemu dengan teman masa kecilnya selalu jadi penghiburan tersendiri baginya. Ia sangat sayang pada sahabatnya itu.

 

Kenangan sore itu terus melekat di ingatan Nala. Di dalam dunia kecilnya, ia sering mengulang setiap adegan dari kenangan itu. Saat ia sedih, bahagia, atau tidak merasakan apa pun, ia selalu teringat sore itu karena setelah sore itu tidak pernah ada yang namanya lain kali.  

 

Terinspirasi oleh lagu Mondo Gascaro – Dan Bila…


How To Deal With Loneliness?

Maret 11, 2021

 How to deal with loneliness?




 

This question has been around my mind these days. Setiap orang pasti pernah merasa kesepian dalam kehidupannya. Tetapi, setiap orang juga pasti punya solusinya masing-masing. Entah itu ketemu teman, chattingan sama seseorang, telponan sama keluarga, ikut sebuah komunitas hobi, atau cari teman di media sosial.

 

Yah, aku tahu that’s how to deal with loneliness.

 

But I can’t do that because I have trust issues. I am scared to annoy people if I talk to them. I worry I will interrupt their day. I can’t start a conversation in phone call or even in chat. I am also awkward when talking with someone in real life. I never share about what inside myself.

 

Aku sering berpikir, mungkin itu juga sebabnya aku belum pernah terlibat dalam relationship. Aku terlalu tertutup dan aku engga pernah membuka hatiku buat siapa pun. Aku juga selalu menutupi perasaanku dan semakin dewasa aku jadi kurang ekspresif.

 

Rasanya terlalu sulit untuk membuka perasaan karena aku terlalu takut bagaimana kalau orang lain engga bisa menerimaku sepenuhnya?

 

I know. In the end of the day, it’s better to be alone.